Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Sempat menjadi kegaduhan di negeri ini, tentang beberapa potongan video ceramah Oki Setiana Dewi yang disinyalir melakukan normalisasi KDRT. Siapa pun penceramah, ia adalah manusia biasa, pasti pernah melakukan kesalahan dalam menyampaikan. Yang tidak wajar adalah ketika menanggapi kesalahan itu dengan bersikap sumbu pendek, menggeneralisir seolah semua ceramahnya, bahkan ceramah sebelumnya tidak ada hikmah atau sisi terbaiknya untuk diambil.
Bahkan menyerang sosok penyampainya. Jika kita mau jujur, sikap masyarakat Indonesia mayoritas seperti ini. Mengolah sebuah video dan menyebarkannya dalam bentuk potongan, alasannya demi tuntutan konten dan yang pasti karena rendahnya literasi bangsa sehingga berpengaruh pada rendahnya Budi pekerti.
Video Oki Setiana Dewi sesungguhnya hanya satu dari sekian banyak video para penyampai Kalam Allah SWT di negeri ini yang habis dikuliti. Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Abdul Shomad, Ustaz Habib Rizieq, Ustaz Alfian Tanjung, Ustaz Maheer dan yang terbaru ustaz Khalid Basalamah. Dan masih banyak ustaz ustazah lainnya. Dan hal ini sebenarnya sebuah bencana, yang sangat luar biasa. Sebab jika disandingkan dengan perkataan para penguasa, buzer, pelaku politik dan pendukung rezim seberapa banyak mereka menyudutkan Islam, menyakiti hati Umat Islam tak ada eksekusi apapun.
Mereka tetap melenggang, dan seolah hidup enak tanpa membusuk di penjara. Mengapa hal ini terjadi? Pastilah bermula dari ketidak fahaman syariat Islam secara utuh. Akibatnya menjadi bumerang bagi kaum Muslim sendiri, sehingga mudah dimanfaatkan oleh kaum pengusung HAM dan kesetaraan gender. Ini menjadi momentum tepat menyerang Islam dan syariatnya yang digambarkan tidak adil kepada perempuan.
Akibatnya, syariat dianggap biang persoalan keretakan rumah tangga dan ketidakbahagiaan perempuan. Padahal sejatinya mereka tak paham bagaimana pengaturan Syariat terhadap kehidupan rumah tangga. Karena berbeda antara normalisasi dengan menutup aib. Antara mendidik istri dengan kekerasan dalam rumah tangga. Mereka tak tahu batasannya seperti apa. Sebaiknya, kaum muslim menyadari bahwa posisi yang tepat bukan defensive apologetic, melainkan menyerang balik pihak liberal dan pihak-pihak yang menunggangi isu ini demi kepentingan kelompoknya.
Lebih runyam, adalah kehadiran penguasa bukan sebagai penjaga syariat, namun abai dalam melindungi keluarga dan justru mengeluarkan regulasi bernafas liberalisme. Definisi KDRT dirumuskan dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Disebutkan bahwa KDRT bisa mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi atau penelantaran keluarga. Tidak adanya payung hukum yang cukup memadai bagi para korban KDRT menjadi latar belakang munculnya UU ini.
Padahal fakta di lapangan, seringkali penyebab KDRT adalah motif ekonomi, adanya orang ketiga, pengasuhan anak dan lain-lain, kaum Feminis menyerang dengan menarasikan semua akibat superioritas suami. Akibatnya keluar aturan larangan menikah usia dini, aturan dua anak lebih baik, larangan ASN poligami dan lain sebagainya. Benarkah? Bagaiamana peran sistem kapitalisme hari ini? Yang menilai segala sesuatu dari sisi materi saja? Sehingga suami mendapatkan tekanan yang luar biasa dalam penafkahan, yang seharusnya kewajiban komunal seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan negara yang menanggung, kini ada di pundak kepala keluarga.
Demikian pula dengan pergaulan tanpa batas, tayangan tidak senonoh yang juga turut mempengaruhi sikap suami atau istri. Memunculkan depresi dan pada ujungnya berpengaruh pada kekerasan. Mengapa itu tak menjadi pertimbangan? Karena feminisme, HAM, kesetaraan gender adalah ide kaum kafir yang dipaksakan diambil oleh Kaum Muslim .
Kaum Kafir yang secara dhahir berasaskan sekuler, memisahkan agama dari kehidupan, mereka tahu kelemahan kaum Muslim, yaitu apabila jauh dari syariat, maka mereka berusaha sekuat tenaga meracuni pikiran kaum Muslim agar tak lagi menjadikan Islam sebagai way of life. Sebab jika itu terjadi, yang artinya kesadaran kaum Muslim akan kembali berjaya, mereka tak bisa lagi menguasai dan memuaskan syahwat ekonomi mereka.
Kembali kepada bahasan suami mendidik istri, dalam Islam, meskipun suami boleh menta'dib (menghukum) istri namun sifatnya bukan otoriter, bahkan melihat sejauh mana pelanggaran istri, dan juga bukan berupa langsung pukulan. Bertahap dan penuh kehati-hatian. Sebab sejatinya kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan, yang penuh dengan kegiatan saling melengkapi dan menjaga kemuliaan. Bahkan Rasulullah melarang untuk mempertontonkan kemesraan suami istri sekalipun mereka sudah sah.
Saatnya mencampakkan sistem yang memperburuk syariat. Allah telah menyediakan balasan bagi setiap hambaNya yang terus berjalan dalam ketakwaan. Allah SWT berfirman, "Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa." (QS Ali Imran :133). Wallahu a'lam bish showab.
0 Komentar