POLEMIK HUKUMAN MATI, TANDA SISTEM GAGAL


Oleh: Shalsha Baharrizqi

Beberapa pekan belakangan ini merupakan masa yang menyedihkan, memalukan, ketika tingkat kejahatan kekerasan seksual terus menerus merebak.

Polemik pro-kontra pemberian sanksi pidana hukuman mati (death penalty) semakin menyeruak dalam ruang publik.

Sebagaimana Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat yang menuntut Herry Wirawan (36) dengan hukuman mati atas kasus perbuatan keji memerkosa 13 santriwati di Madani Boarding School Bandung Jawa Barat selama 2016 hingga 2021.

Mereka yang pro hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar HAM. MK RI berpendapat indonesia tidak mengenal penerapan HAM secara mutlak. Dengan demikian eksistensi hukuman mati dimaksudkan untuk menumbuhkan simpati dan empati terhadap korban kejahatan, bukan hanya kepada pelaku kejahatannya saja.

Sementara itu, pandangan orang yang kontra terhadap hukuman mati beragumentasi bahwa hukuman mati di dunia adalah kecenderungan peradaban dunia, yang mana statistik itu menunjukan kecenderungan peradaban dunia yang menghargai hak untuk hidup diatas hak-hak lain terutama berkaitan dengan hukuman mati. Sejumlah sanksi pidana pun kini telah beralih dari balas dendam ke arah rehabilitasi, reedukasi dan reintegrasi dalam masyarakat, karena jika dijatuhi hukuman mati maka tidak bermanfaat, dan tidak menurunkan angka kriminalitas.

Tidak nampak jalan tengah mengenai polemik hukuman mati yang ada di indonesia ini, karena tidak adanya pembaharuan sistem menjadi sistem Islam, karena sistem Islam lah yang dapat memberikan solusi untuk mengakhiri polemik ini.

"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. Kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (QS al-Mā'idah 5:33-34)

Inilah bukti cacatnya sistem sekuler demokrasi hari ini. Selain menggantungkan solusi kejahatan pada sanksi/hukuman, juga tidak mampu menciptakan lingkungan mendukung agar kejahatan tidak merajalela.

Wallahu a'lam bisawab.

Posting Komentar

0 Komentar