Oleh: Nurhayati
Selama pandemi Covid-19, fenomena panic buying sering terjadi di Indonesia. Indonesia kerap kali menjadi sasaran panic buying karena barang yang dibutuhkan dianggap sulit ditemukan hingga langka. Seperti halnya ketika virus corona pertama kali masuk ke Indonesia, masker, hand sanitizer, temulawak hingga susu beruang pernah ramai-ramai dibeli bahkan adanya indikasi penimbunan barang. Selain itu, baru-baru ini harga minyak goreng yang melambung hingga Rp. 28.000 per liter mulai dicari oleh warga.
Untuk mengatasinya Pemerintah memberi subsidi dan memberlakukan kebijakan minyak goreng dengan satu harga di seluruh Indonesia seharga Rp. 14.000 per liter, warga membludak di toko dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan, kebijakan ini tidak hanya dibuka beberapa hari atau minggu saja, melainkan 6 bulan lamanya.
Untuk diketahui, panic buying merupakan tindakan membeli sejumlah besar produk atau komoditas tertentu, karena ketakutan jika tiba-tiba kekurangan atau terjadi kenaikan harga di waktu yang akan datang. Minyak goreng satu harga Rp. 14.000 di retail modern begitu cepat ludes. Situasi ini, menjadi catatan sendiri bagi pemerintah. Namun, nyatanya panic buying tidak bisa dihindarkan pada hari pertama pemberlakuannya. Banyak toko kehabisan stok minyak goreng. Sebagian masyarakat tidak kebagian.
Kepala Dinas Perdagangan Kalimantan Selatan (Kalsel), Birhasani menjelaska, sebagian ritel modern di Kalsel masih menunggu suplai minyak goreng dan sebagiannya lagi masih ada stok. "Di sebagian pasar tradisional dari kemarin sudah mulai dipasok harga Rp.14.000 dengan merek Alif. Tentu ini belum pulih betul, masih masa transisi, recovery dari harga lama ke baru," kata Birhasani, Minggu (23/1/2022). Dia meminta pula kepada warga untuk tidak punic buying dengan cara memborong. Jadi beli minyak goreng sewajarnya di retail modern.
Dalam proses transisi ini beliau juga menyambungkan bahwa pihaknya juga harus memberikan kesempatan kepada pedagang yang masih memiliki stok Minyak goreng (migor) dengan modal lama untuk segera terjual habis agar mereka tidak merugi. "Selanjutnya setelah mereka beli dengan harga baru, maka pedagang diminta untuk menjual sesuai ketentuan Rp.14.000/liter," urai Birhasani. Sementara itu, untuk daerah yang tidak tersedia retail modern pada masa transisi harga, pemerintah Kalsel dengan Kabupaten/kota serta didukung produsen minyak lokal akan melaksanakan Operasi Pasar tahap 2.
“Operasi pasar sudah tanggal 20 januari 2022 di kabupaten Banjar, hingga ke 13 kabupaten/kota se-Kalimantan Selatan. Dan akan menyiapkan 20.000 liter minyak goreng dengan harga Rp.14.000/liter,” kata Birhasani.
Lantas, bagaimana Islam memandang panic buying dan penimbunan barang?
Panic buying bisa berdampak sistemik Pada dasarnya, hukum asal berbelanja dalam jumlah banyak adalah mubah alias boleh. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, belanja borongan sebaiknya dihindari. Misalnya ketika ketersediaan barang dan pangan terbatas. Begitu pula dengan panic buying, fenomena belanja dalam jumlah besar karena takut, ini sebenarnya bisa merugikan. Sebab, perputaran stok barang menjadi tidak stabil dan penyebarannya tidak merata. Orang lain yang membutuhkan akan kesulitan menemukan barang yang dicari karena barang tersebut sudah diborong oleh sebagian yang lain.
Sebetulnya, Pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa stok pangan aman, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas.
Panic buying justru dikhawatirkan bisa menyebabkan harga pangan melonjak terlebih ketika kondisi tersebut diperkeruh oknum yang memonopoli harga. Selain itu, perlu diingat pula bahwa Rasulullah Muhammad Saw adalah pribadi sederhana. Nabi tidak pernah menyimpan sesuatu untuk dirinya sendiri hingga esok hari.
Anas bin Malik meriwayatkan:
"Sesungguhnya Nabi Saw tidak pernah menyimpan sesuatu untuk esok hari" (HR. Ibnu Hibban).
Meskipun demikian, dalam hadis lainnya disebutkan bahwa Rasulullah juga pernah menyimpan stok makanan untuk keluarganya selama setahun.
Dari Umar, ia berkata:
"Sesungguhnya Nabi Saw menjual pohon kurma Bani Nadlir dan menyimpan makanan untuk persediaan selama setahun bagi keluarganya." (HR Bukhari).
Dalam Insan Kamil, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Makki menyebutkan, Nabi memang tidak pernah menyimpan makanan untuk dirinya sendiri. Sementara hadis yang diriwayatkan Umar di atas lebih menunjukkan bahwa Nabi menyimpan makanan sebagai bagian dari tanggung jawab nafkah kepada keluarganya. Itu pun, dilakukan Nabi saat kondisi pangan di daerahnya melimpah dan stabil.
Ada syarat yang membolehkan seseorang menyetok barang atau makanan dalam jumlah banyak. Dalam Fathul Mun’im bi Syarhi Shahih Muslim, kebanyakan ulama menyatakan kebolehan menyimpan bahan makanan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain asalkan dalam kondisi banyak dan lapang.
Akan tetapi, jika dalam keadaan sulit dan darurat, menyetok barang dan bahan makanan dalam jumlah banyak tidak diperbolehkan. Upaya antisipasi dan berhati-hati memang dibolehkan, namun sebaiknya tidak berlebihan. Berbelanjalah secukupnya sesuai hajat, sebab saudara-saudara kita yang lain pun membutuhkan.
Wallahu a'lam.
0 Komentar