Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat dan Aktifis Politik
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo kerap mengungkap jargon Presisi. Presisi adalah prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan yang memiliki makna dan tujuan untuk menjadikan pelayanan kepolisian lebih terpadu, modern, sederhana dan cepat.
Kasus penistaan agama dan kejahatan SARA yang dilakukan Ferdinand Hutahaean akan menguji kecermatan polisi di awal tahun 2022. Mengingat begitu cepatnya Polri sebelumnya dalam menangani kasus Habib Bahar Bin Smith yang berupa ucapan SARA dan hoaks terkait peristiwa KM 50.
Polri dituntut bersifat prediktif, yakni mampu memprediksi dampak keresahan sosial dan kemarahan umat Islam jika kasus Ferdinand Hutahaean tidak ditindak secara hukum. Jika dibiarkan mungkin bisa menimbulkan gelombang demonstrasi lain yang menyerukan pemenjaraan para penoda agama, seperti yang terjadi dalam kasus Ahok.
Polri juga diminta bertanggung jawab untuk segera menindaklanjuti laporan Ummat Muslim tentang Ferdinand Hutahaean. Aktivis muslim Makassar sudah melapor terkait kasus penodaan ini, setelah sebelumnya Haris Pertama dari KNPI juga telah melapor.
Polri harus mengedepankan transparansi dalam kasus Ferdinand Hutahaean. Jangan diam dan akhirnya kasusnya akan hilang.
Yang terpenting, polisi harus menegakkan hukum secara imparsial. Jangan hanya berani mengurusi kasus Habib Bahar dan malah diam terkait kasus Ferdinand Hutahaean.
Untuk saat ini, umat Islam menunggu polisi bertindak cepat. Mulai dari penerbitan nomor LP, pengiriman Sprindik, pengiriman SPDP, pemanggilan Ferdinand untuk penangkapan dan penahanan, serta mempublikasi tersangka. Polisi negara memiliki kewenangan menahan Ferdinand karena kasus penodaan agama dan SARA dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Namun perlu penulis tekankan bahwa tentara Indonesia tidak perlu ikut campur dalam urusan ini. Danrem 061 Surya Kencana Brigjen TNI Achmad Fauzi tak perlu mendatangi Ferdinand seperti Habib Bahar Bin Smith dan mengancam memenuhi panggilan dari Polri.
Bagi umat Islam, kasus Ferdinand Hutahaean seperti menuangkan air garam di tengah luka seorang Muslim yang menganga. Baru saja Habib Bahar ditangkap dan ditahan, kini Tuhan umat Islam dihina.
Sungguh saat ini kesabaran umat Islam terus diuji. Umat Islam terus menjadi korban.
Sedangkan bagi Kapolri, jika kasus Ferdinand tidak ditindak, penulis perlu menegaskan bahwa umat Islam akan merasa terdiskriminasi, merasa terpinggirkan. Selama ini, ulama ditangkap dengan dalih penegakan hukum, sementara kelompok penoda agama dibiarkan bebas bertingkah.
0 Komentar