Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Kementerian Agama (Kemenag) Islam Perak Malaysia mengecam aksi ‘Unboxing by husband’ atau ‘unboxing pengantin baru’ yang sedang tren di TikTok Malaysia. Pada momen ini, suami melepaskan aksesoris istri pada malam pertama usai resepsi. Kegiatan pada malam pertama yang hanya boleh diketahui mereka berdua saja, pasangan suami istri tersebut direkam dan dibagikan di media sosial (harianaceh.co.id, 12/1/2022).
Banyak pengantin baru mengikuti tren ini sebagai bentuk perayaan status baru mereka selaku pasangan suami istri. Pertanyaannya, apa manfaatnya? Apakah syariat membolehkan? Apakah tidak mungkin mereka mengkapitalisasi syariat hanya untuk sebuah konten yang justru menimbulkan kekacauan baik di dunia maya maupun di dunia nyata?
Inilah bahayanya jika mengambil syariat secara permukaan saja, sehingga yang muncul justru perilaku sekuler, apa bedanya dengan kaum liberalis di sana yang terus menerus menyerukan lepas dari Islam Kaffah? Menikah adalah tuntutan syariat, bukan berarti langkah selanjutnya bebas nilai, justru menikah adalah membuka gerbang syariat yang lebih lengkap.
Kehidupan berumah tangga yang selanjutnya adalah menjalankan visi dan misi berkeluarga yang juga sudah ditetapkan syariat, yaitu menjadikan keluarga ideologis. Keluarga yang benar-benar seluruh amalnya berfokus pada penegakan kalimat Allah. Sebagaimana perintah Allah SWT dalam QS Az Zariyat:56 yang artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".
Beribadah cakupannya luas, tidak sekadar shalat, zakat, puasa, haji, infak, shadaqoh dan sebagainya. Namun apapun dalam aspek kehidupan manusia, harus berdasarkan keimanan kepada Islam. Harus meyakini bahwa Islam bukan saja mengatur masalah akidah, tapi juga juga semua persoalan yang dihadapi manusia.
Saat ini, sejumlah negara, mulai dari wilayah Barat hingga Asia, sedang mengalami fenomena 'resesi seks' dalam beberapa tahun terakhir. Istilah ini merujuk pada turunnya mood pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah dan punya anak. Krisis ini menyebar begitu cepat hingga ke Asia Tenggara.
Dari sensus nasional yang dilaporkan 11 Mei lalu, tingkat pertumbuhan tahunan China rata-rata adalah 0,53% selama 10 tahun terakhir. Ini turun dari tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 0,57% antara tahun 2000 dan 2010 . Sementara jumlah pernikahan terdaftar di Jepang turun 12,3% tahun 2020 lalu, menjadi 525.490. Ini menjadi angka sebuah jumlah rekor terendah. Pun Singapura dan Korea juga mengalami hal yang sama (CNBCindonesia.com, 4/10/2021).
Hal ini disinyalir oleh beberapa ahli bukan saja karena pandemi yang merosotkan perekonomian, sehingga daya beli menurun, namun juga karena kehidupan berdasarkan kapitalisme ini sangat kejam. Manusia tidak lagi dipandang sebagai manusia, hubungan pernikahan bukan menjadi wadah berkasih sayang namun menjadi ajang kekerasan. Banyak wanita yang akhirnya mengakhiri pernikahannya karena kekerasan dalam rumah tangga, namun terpaksa mencari nafkah sendiri karena buruknya hukum perwalian anak.
Demikian pula dengan seks yang diartikan hanya sebagai pemuas nafsu semata. Dijajakan bak kacang goreng dalam bentuk tayangan dan bacaan. Sehingga orang-orang yang lemah iman mengambil begitu saja, bebas aturan dan hidup dalam perzinahan tanpa henti. Padahal dari hasil perilakunya timbul tak hanya sakit moral, namun juga sakit fisik, penyakit menular, hilangnya nasab, dan rusaknya masyarakat karena tak lagi memiliki standar baku bagi hidupnya.
Demikian pula dengan trend baru tik tok di atas, sejatinya jika berlanjut tanpa edukasi memadai dari penguasa dan ulama, justru menstimulasi generasi muda hanya dari sisi syahwatnya bukan pada tujuan dari menikah itu sendiri. Padahal dalam Islam seks hanya boleh dilakukan dari jalan pernikahan saja bukan yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Isra:32 yang artinya,"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Demikian pula dengan anjuran Rasulullah Saw untuk menikah, dari Anas Bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang menikah maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah,” (HR Abu Ya'la). Baik Al-Qur'an maupun Hadist dengan jelas memerintahkan untuk menikah, sebab menikah adalah ibadah sedang zina terlarang dan dosa.
Maka, mutlak dibutuhkan penerapan Islam secara Kaffah agar bisa tersuasanakan keimanan yang tinggi dimana akan mendorong generasi muda tak lagi memandang menikah adalah beban. Ketika seluruh aspek kehidupan setiap persoalannya diselesaikan dengan solusi Islam, insyaallah menikah bukan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk berjaya. Mengeksplore potensinya dan lain sebagainya. Dimana setiap keluarga yang dibangun dari sebuah pernikahan itu akan melahirkan generasi-generasi kuat dan bertakwa. Membangun peradaban gemilang, bukan sekadar berpikir mesum kemudian mengkapitalisasi jamnya dalam bentuk konten. Wallahu a'lam bish shawab. [].
0 Komentar