TWK KPK: DISUSUPI IDE MODERASI BERAGAMA?


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Pada bulan Juni lalu, masyarakat dihebohkan dengan adanya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), dimana contoh-contoh soal TWK ini mengakibatkan 75 pegawai KPK tak lolos tes alih jadi ASN. Tak urung contoh soal ini menjadi viral karena berikutnya 51 pegawai KPK akan diberhentikan setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang kontroversial.

Lantas pertanyaan apa yang mengakibatkan 51 pegawai ini tak bisa diselamatkan? Melalui Twitter, eks juru bicara KPK Febri Diansyah menyoroti salah satu contoh soal TWK KPK. Pegawai KPK diharuskan memilih Al-Qur'an atau Pancasila. "Pilih yang mana, Al-Qur'an atau Pancasila mengingatkan saya pada pertanyaan tes wawasan kebangsaan KPK," tulis Febri melalui akun Twitter-nya, @febridiansyah, Selasa (detik.com,1/6/2021).

"Dalam konteks beragama saya memilih Al-Qur'an. Dalam konteks bernegara, saya memilih Pancasila." Demikian jawaban Febri, namun pewawancara mendesak beberapa kali, harus pilih salah satu, dan seterusnya. Dan tidak ada penjelasan yang clear dari penyelenggara tes tentang pertanyaan-pertanyaan kontroversial tersebut.

Kemudian, ada seorang pegawai perempuan KPK yang ditanya perihal jilbab, bila enggan melepas jilbab, pegawai perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri. "Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," ucap pegawai KPK itu (detik.com,7/5/2021).


Tes Wawasan Kebangsaan Corong Moderasi Beragama

Jika digali lebih dalam, contoh-contoh soal yang ditanyakan kepada pegawai KPK tidak ada hubungannya dengan tugas yang akan dijalankan. Mereka adalah pegawai KPK yang bertugas mengawasi dan menggali kasus korupsi atau rasuah. Tentulah yang menjadi SOP mereka adalah teknis yang sudah ditetapkan instasinya. Dan tidak ada hubungannya dengan kedudukan Al-Qur'an dan pemakaian jilbab.

Sebab keduanya memang berbeda meskipun nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai tersebut. Tentunya, semakin seseorang individu itu kuat akidahnya dan taat syariat maka ia akan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya di KPK akan semakin amanah. Sebab ia akan senantiasa merasa diawasi Allah, mana mungkin ia berani tidak amanah, karena amalnya bernilai ibadah yang akan dibalas oleh Allah SWT, baik buruknya.

Semakin diperkuat adanya arahan moderasi, berdasarkan keterangan sejumlah pegawai KPK, tes tersebut bukan TWK, melainkan Tes Moderasi Kebangsaan. Soal yang diberikan kepada pegawai lebih mirip screening ideologi. Pertanyaan-pertanyaan dalam tes ini pun janggal. Mulai dari soal PKI, radikalisme, sampai soal apakah jika Indonesia krisis akan pindah ke luar negeri (wanheartnews.com, 5/5/2021).

TWK KPK menggambarkan profiling ASN harus sejalan arus moderasi. Yakni yang bisa menempatkan isu ‘kebangsaan’ lebih tinggi dibanding prinsip agama. Salah satu yang kontroversial adalah soal sikap calon ASN ini terhadap jilbab. Apakah berani lepas jilbab bila ada tuntutan pekerjaan dan negara? Padahal, dalam ranah syariat, pemakaian jilbab bukan pilihan namun kewajiban bagi setiap anak perempuan begitu mereka telah memasuki masa baligh.

Sebagaimana hadist Rasulullah Saw berikut ini: "Hai Asma, sesungguhnya perempuan itu bila telah mengalami haid (baligh), maka tidak sepantasnya terlihat darinya kecuali ini dan ini." Beliau menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan beliau. (HR Abu Dawud).

Dan yang dipahami adalah setiap kewajiban jika ditinggalkan akan memperoleh azab. Maka, adakah pilihan bagi wanita muslimah untuk meninggalkan perkara ini?

Lalu dengan alasan cinta negara dan tanah air dengan pongah tim penanya meminta menanggalkan kewajiban itu, yang berarti meminta para kaum Muslimah yang ingin menjadi ASN untuk terjun ke dalam dosa. Naudzubillah, apakah itu yang disebut cinta tanah air? Tentulah itu adalah pemikiran yang salah, sebab, dengan adanya individu bertakwa yang hanya takut kepada Allah dan RasulNya, maka tidak ada lagi korupsi, penggelapan uang, ratifikasi, gratifikasi dan semua amal yang jelas-jelas akan diharamkan oleh syariat.

Bukankah hari ini yang terjadi sebaliknya? Banyak dari pejabat beragama Islam, namun mereka telah terkooptasi dengan pemikiran kapitalistik moderat. Sehingga tak bersambung dengan amalnya di ranah sosial, di saat lain mereka shalat, sesaat berikutnya mereka menjadi pembela setan.

Ditambah lagi dengan pertanyaan kontroversial yang mengangkat isu-isu popular seputar toleransi termasuk terhadap LGBT, sesungguhnya tidak relevan dengan tupoksi kerja ASN KPK, namun dipaksakan untuk hadir. Inilah hal yang perlu kita ingat, bahwa isu penting moderasi memaksa kaum Muslim berhadapan langsung dengan syariat, hal yang semestinya mereka jadikan pegangan, kini di ikonkan sebagai musuh.


Moderasi Senjata Kaum Kafir Jegal Kemenangan Islam

Ide moderasi bukan ide baru, ia adalah jelmaan dari liberalisasi dan radikalisme yang sudah tak laku, sebab sejak diluncurkan pasca pengeboman gedung WTC 9 September 2011 lalu, justru gelombang mualaf semakin meningkat. Semakin dimunculkan isu terorisme seperti peristiwa di Selandia Baru Agustus tahun lalu, semakin terbuka mata dunia mana teroris yang sebenarnya, yang berdarah dingin dan berhati mati yang rela menumpahkan darah nyawa tak bersalah demi ambisi bodoh.

Benarlah jika Allah SWT berfirman dalam QS Ali Imran:54, yang artinya, "Mereka melakukan makar (tipu daya), dan Allah membalas makar (tipu daya) mereka itu. Dan Allah sebaik-baiknya Pembalas makar (tipu daya)." Semakin kaum kafir itu berkeras menarasikan keburukan Islam, sebagaimana yang dilakukan penguasa hari ini di negeri kita, seperti tes TWK, SKB tiga menteri tentang pelarangan pemakaian atribut keagamaan di sekolah, pencetakan buku fikih agama Islam berbahasa Arab, Inggris dan Mandarin, himbauan kemenag untuk ucapkan selamat Natal dan lain sebagainya.

Makar Allah tidak akan tertandingi oleh makar-makar manusia dungu dan bodoh dalam hal agama itu, yang tunduk patuh pada perintah kafir, padahal jelas Nash yang melarang kaum Muslim untuk menjadikan kaum Kafir sebagai teman, apalagi pemimpin. Sekalipun mereka pandai menunjukkan dalil-dalil dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang seakan benar, namun hal itu hanyalah tafsiran dangkal yang hanya cukup menuruti nafsu mereka, karena jika dipelajari lebih dalam berikut dikaitkan dengan nash-nash lainnya yang sehubungan dengan asbabul nuzulnya misalnya akan sangat terlihat sebagai jebakan. Karena jelas pertentangannya.

Kaum Muslim harus lebih waspada dan terus menerus mengasah akal dan pemahaman dengan belajar Islam dari kelompok-kelompok shahih yang memperjuangkan perubahan riil sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Agar kita bisa menikmati keadaan damai sejahtera sebagaimana yang dijanjikan Islam. Tak ada solusi yang akan mengubah kehidupan kaum Muslim lebih baik, ke arah perubahan hakiki, kecuali Islam, dan moderasi hanya janji, bahkan menyajikan kepalsuan.

Moderasi hanyalah agenda barat untuk menunda kemenangan kaum Muslim dalam memimpin dunia. Mereka tahu, ketika Islam mengatur urusan dunia maka hegemoni mereka tak akan bertahan, kerakusan mereka berikut eksploitasi atas negeri-negeri kaum Muslim dan kekayaannya akan berakhir. Kedamaian yang mereka dengungkan melalui moderasi akan lenyap seiring dengan arus Rahmatan Lil Aalamin. [].

Wallahu a'lam bish showab.

Posting Komentar

0 Komentar