Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Diantara kritik terhadap penyelenggaraan Pilkada adalah : biaya mahal, kepala daerah sulit tunduk pada presiden karena menganggap penguasa yang mendapat langsung dari rakyat di daerah, korupsi menjadi menyebar di daerah baik saat Pilkada maupun saat penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kontrol Presiden terhadap Kepala daerah kurang maksimal, rawan adanya pembangkangan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Lantas, bagaimana rekrutmen kepala daerah didalam sistem Khilafah? Apakah, bisa mengatasi berbagai problem yang ada dalam Pilkada dan pemerintahan daerah saat ini?
Kita mulai bahasannya, semoga Anda tidak bosan membaca tulisan ini.
Jabatan dibawah Khalifah yang memegang kendali kekuasaan dan pemerintaan di daerah (Wilayah) adalah Wali. Wali (atau setara dengan Gubernur) adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat pemerintah) untuk suatu wilayah (propinsi)serta menjadi amîr (pemimpin) wilayah itu.
Negeri yang diperintah oleh Negara (Khilafah) dibagidalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilâyah. Setiap wilayah dibagi dalam beberapa bagian dan setiapbagian disebut ‘imâlah.
Setiap orang yang memimpin wilâyah(provinsi) disebut walî atau amîr dan orang yang memimpin ‘imâlah(mirip karesidenan) disebut ‘âmil atau hâkim.Setiap ‘imâlah dibagi dalam beberapa bagian administratif.
Setiap bagian itu disebut qashabah (kota). Setiap qashabah dibagidalam beberapa bagian administratif yang lebih kecil; masing-masing bagian itu disebut dengan hayyu (kampung/desa). Orang yang mengurusi qashabah atau hayyu masing-masing disebut mudîr dan tugasnya adalah tugas administrasi.
Para wali adalah para penguasa (hukâm) karena wewenangnya dalam hal ini adalah wewenang pemerintahan. Di dalamnQamûs al-Muhîth dinyatakan: "Wa Waliya asy-syay’a wa waliya ‘alayhi wilâyah wa walâyah adalah mashdar (gerund) dari Wilayah adalah al-khuththah (jalan), al-imârah (kepemimpinan), dan as-sulthân (kekuasaan).”
Para Wali di setiap Wilayah tidak dipilih dan ditetapkan melalui Pilkada, melainkan diangkat dan diberhentikan oleh Khalifah. Wali bertanggung jawab langsung kepada Khalifah atau kepada Mua'win (Pembantu Khalifah) yang ditunjuk.
Berdasarkan hal ini, proses rekruitmen dan pelaksanaan pemerintahan di wilayah (daerah) dalam sistem Khilafah memiliki keunggulan, diantaranya :
Pertama, proses pengangkatan dan pemecatan Wali sangat efektif dan efisien yakni semua diserahkan kepada wewenang Khalifah. Khalifah lah yang berwenang mengangkat wali sekaligus memecatnya jika dipandang perlu atau atas tuntutan rakyat di daerah.
Proses yang sederhana ini, tidak menghabiskan anggaran besar seperti saat Pilkada. Tidak juga menimbulkan perpecahan akibat proses politik di Pilkada.
Jika Wali menyimpang, atau Khalifah ingin melakukan penyegaran jabatan, atau ada tuntutan pemecatan dari rakyat di daerah, maka Khalifah tinggal menerbitkan keputusan pemecatan sekaligus penggantian Wali di daerah.
Proses pemecatan ini lebih simpel, ketimbang pemakzulan Kepala Daerah dalam sistem yang saat ini berlaku. Karena, harus melalui proses politik di DPRD dan proses hukum di Mahkamah Agung. Dalam proses ini, urusan rakyat jadi terbengkalai.
Kedua, karena Wali diangkat dan diberhentikan oleh Khalifah maka wali bertanggung jawab penuh kepada Khalifah, bukan kepada rakyat di Daerah. Hubungan sub ordinat ini, dimana Wali adalah bawahan Khalifah menyebabkan Khalifah akan ditaati oleh Wali.
Wali sepenuhnya menjalankan kebijakan di daerah atas arahkan, petunjuk bahkan instruksi langsung dari Khalifah. Hal ini, akan memudahkan pelayanan birokrasi, sinkronisasi kebijakan, dan arah prioritas kebijakan yang saling sinergi. Tidak akan pernah ada pertentangan kebijakan, antara pemerintahan pusat dan daerah.
Ketiga, selain menjadi bawahan Khalifah, Wali juga tidak memiliki kontrol terhadap urusan pengadilan, penegakan hukum, tentara, mata uang, kebijakan ekonomi, dan urusan luar negeri. Hal yang demikian, menyebabkan wali tidak akan melakukan kegiatan atau hubungan diluar kendali Khalifah yang berpotensi menyebabkan disintegrasi Negara.
Keempat, Wali akan menjalankan kebijakan pelayanan dan administrasi dengan konsep desentralisasi. Namun, untuk urusan kekuasaan dan pemerintahan tetap sentralistik, mengacu pada kebijakan pemerintah pusat.
Itu artinya, untuk layanan di daerah wali dapat berkreasi melakukan penyelenggaraan administrasi dan pelayanan publik sesuai kebutuhan dan karakteristik daerah. Pada saat yang sama, Wali tetap terikat pada kebijakan umum, khusunya terkait pemerintahan dan kekuasaan yang mengacu pada Khalifah.
Demikian, sekelumit gambaran kepala daerah dalam sistem Khilafah. Gambaran ini belum utuh, kerena banyak hal yang belum dijelaskan, dan banyak pertanyaan yang belum sempat dijelaskan. Tapi percayalah, selama Anda telaten membaca tulisan saya, insyaAllah gambaran sistem Khilafah perlahan namun pasti akan anda pahami secara utuh dan menyeluruh. [].
0 Komentar