![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu5G3HwbHtYYVvjUGVqXPd84JecboBpTxGPA1g_Ut4JkjzLx9mdZ2ROKxOP9GEFVcMAnUm-7OpEFuor28o6-VtC6SOeY2HCHrDOi78jL53F5s5H6PA-6hXStIXMjHFtI5X2CJzqn44Hw/w640-h394/Gudang-Opini-Surabaya.jpg)
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Nyaris setahun, sejak terakhir pada Maret 2020 penulis mengadakan diskusi di Surabaya, juga beberapa kota di Jawa Timur. Boleh dikatakan, Surabaya adalah 'Medan Tempur' dari sejumlah diskusi hukum dan politik yang penulis lakukan di Tanah Air.
Memang benar, selain di Jawa Timur penulis juga keliling kota melakukan sejumlah Diskusi seperti di Kota Padang, Medan, Pekan Baru, Bandar Lampung, Tangerang, Depok, Bekasi, Bogor, Bandung, Sumedang, dan beberapa kota di Jawa Tengah seperti di Semarang, Solo, Purwokerto, Cilacap, Kebumen, dan Magelang.
Di Jogja, beberapa kali, lalu di Makasar, Palu, Balik Papan, hingga Kupang NTT. Sekali lagi, Surabaya adalah kota yang paling sering penulis kunjungi untuk berdiskusi.
Dari Kluster Diskusi Surabaya, Penulis mengenal Mas Agus Maksum (ahli IT yang kondang lewat temuan DPT ganda, dan menjadi salah satu saksi Kubu Prabowo Sandi di MK), Prof Daniel Rosyid (Ahli Perkapalan, Profesor ITS yang juga Founder Daniel Rosyid College), Prof Aminudin Kasdi (Ahli Sejarah sekaligus pengajar di Unesa Surabaya), Mas Prihandoyo Kuswanto (Founder Rumah Pancasila), Pak Arukat (Aktivis Anti PKI), Cak Rosdiansyah (Peneliti Senior), dll.
Juga beberapa Tokoh Jawa Timur seperti Mas Agung Supriyanto (Ketua DPD PAN Tuban), Cak Kurdy (Founder Yuk Ngopi Tuban), Cak Indra Fachrudin (Rumah Inspirasi Perubahan Probolinggo), Cak Maulana (Gresik), KH Toha Kholili (Bangkalan), Ust Asmawi Al Maduri (Madura), dan masih banyak lagi.
Dari Generasi Milenial ada Cak Umar Sendal Jepit (Pengamat Politik Internasional), Cak Mahfud Abdullah (Dir Indonesia Change), Ahmad Rizal (Indonesia Justice), Cak Aminudin Syuhada, dan tentunya Promotor Diskusi yang sangat fenomenal, Cak Slamet Sugianto, Founder Cangkruk'an Cak Slamet sekaligus Analis di PKAD.
Masih banyak yang belum disebutkan. Adapun kluster diskusi di Jawa Tengah, mengantarkan penulis kenal dengan Prof Suteki (Guru Besar Hukum Undip), Pak Muhammad Taufik (Advokat Senior di Solo), dan masih banyak lagi.
Rasanya, rindu sekali kepada mereka semua. Rindu ingin bertemu dan berdiskusi langsung, berbagi kabar dan kejengkelan atas sejumlah kezaliman rezim, berbagi asa dan harapan bahwa masa depan negeri ini kelak pasti akan lebih baik, termasuk berbagi kabar dan rasa tentang nikmatnya kopi dan durian.
Durian perlawanan, begitu istilah yang pertama dipopulerkan Cak Slamet. Diantara partisipan diskusi, penulis mungkin menduduki predikat 'Paling Cerewet', selalu menanyakan ihwal keberadaan durian. No Duren, No Party, begitu kelakarnya.
Surabaya, adalah kota yang paling sering penulis kunjungi. Dari kota ini, benih cinta dan kerinduan membesar dan menjadi pohon yang rimbun. Dalam kesendirian, kadangkala penulis berfikir, kapan bisa ke Surabaya lagi?
Pandemi, dalam rentang sekitar setahun ini, telah membuat jarak antara penulis dengan Surabaya. Untungnya ada sarana ITE, ada Zoom Meeting. Sehingga, sejumlah kerinduan itu, meskipun tak akan pernah terbayar tunai, setidaknya bisa dicicil melalui diskusi online.
Kelak, saat pandemi berakhir insyaAllah penulis akan mengunjungi Prof Aminudin Kasdi untuk melanjutkan diskusi tentang Rawi dan Thobaqoh dalam sistematika verifikasi sumber dan substansi sejarah. Mendiskusikan bahaya PKI dengan Pak Arukat, ngobrol tentang pendidikan dengan Prof Daniel Rosyid, melancong bersama Prof Suteki di Masjid Namira, dan seterusnya. Sowan dan ngalap berkah ke Kiyai Toha Kholili, dan tentu saja menikmati Durian Perlawanan, sesembahan dari Suhu Diskusi Cak Slamet Sugiyanto.
Surabaya, oh Surabaya. Maafkan aku, telah jatuh hati dan terlanjur mencintaimu. Engkau, bukanlah kotanya Bung Tomo seorang. Tetapi, engkau telah menjadi kota ku, dan kota siapapun yang konsisten dengan perjuangan untuk negeri. [].
0 Komentar