Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Dalam konsep sekuler, Negara diberi tanggungjawab untuk melayani kebutuhan rakyat. Untuk tugas tersebut, Negara butuh anggaran. Karena layanan itu untuk rakyat, maka Negara mendapatkan legitimasi dari rakyat untuk mengambil pajak dari rakyat.
Sementara dalam Islam, semua tindakan Negara harus mendapat legitimasi dari syariat. Negara, tak boleh seenak perut mengambil harta rakyat berdalih untuk melayani kepentingan rakyat. Sama juga, Negara tak boleh semena mena menggusur hak rakyat, berdalih demi kepentingan umum.
Dalam Islam, Negara memang diberikan kewajiban dan tanggung jawab untuk melayani dan mengurus kepentingan rakyat dengan menerapkan syariat Islam. Untuk mengurus rakyat, Negara membutuhkan anggaran.
Sumber pendapatan ini, oleh syariat Islam telah ditetapkan. Negara, tidak boleh mengambil pajak atas rakyat, untuk membiayai APBN, karena hal itu tidak mendapatkan legitimasi syariat.
Sementara dalam Islam, sumber APBN ditetapkan dan dibatasi hanya bersumber dari :
1. Pendapatan dari pengelolaan Fasilitas umum, yakni semua yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum- jika tdk ada dalam suatu negeri akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketaan. Contoh: air, padang rumput, api(energi)dll.
2. Pendapatan dari barang tambang dalam jumlah sangat besar (deposit besar) termasuk milik umum(rakyat) dan haram dimiliki secara pribadi. contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dll.
3. Pendapatan dari barang yang sifat pembentukannya menghalangi oleh individu. Contoh: jalan raya, sungai, laut, danau, tanah tanah umum, teluk, selat dan sebagainya.
Pada kepemilikan umum ini negara hanya sebagai pengelola. Dalam hal ini, syariah Islam mengharamkan pemberian hak khusus kepada orang atau kelompok orang (swasta), apalagi swasta asing.
Jika dieskplorasi dan eksploitasi dana dan sarana, pemerintah wajib menyediakannya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mengurusi kepentingan rakyat. Kalau semua potensi SDA milik umum dikelola negara, pemerintah tidak perlu membebani rakyat dengan pajak.
Belum lagi ada hak Negara dari pengelolaan harta fa'i, kharaj, ghanimah dan jizyah serta harta milik negara dan harta zakat.
Tapi karena Negara tidak menerapkan Islam, harta yang berlimpah tersebut justru dikuasai individu, swasta, korporasi baik asing maupun asing. Akibatnya, Negara sibuk mencari sumber pemasukan dari pajak.
Jika tidak mencukupi, Negara melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Termasuk, yang belum lama ini terjadi pada kebijakan pajak pulsa, kartu perdana, voucher dan token listrik.
Kalau itu belum mencukupi, entah apa lagi yang mau dipalak. Boleh jadi, rakyat lama lama mau bernafas pun akan ditarik pajak. [].
0 Komentar