![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib9Y2li9Oi0AXEYb_x-uf9CL8qEh9PvIxgslvLKQGEfDM5CsXgUNRckfBQOnN63DqsY3kh44QPHq84-C7d4JE2Rk8gDjKeYGdC_Lbcmfc_wZ0B88PKu5SxcWqQjTpmCw5Kz9g7TW5BZg/w640-h394/Gudang-Opini-HAM-Telah-Mati.jpg)
[Catatan Hukum Mengapa Umat Islam Marah Kepada Komnas HAM]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Khilafah
Publik jelas mempersoalkan kenapa Komnas HAM hanya mengklasifikasi peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI sebagai pelanggaran HAM biasa, dan bukan pelanggaran HAM berat. Sebab, kesimpulan ini sangat berkonsekuensi pada pertanggungjawaban pidana pada perbuatan.
Kesimpulan dan rekomendasi Komnas HAM yang menyebut hanya pelanggaran HAM biasa dan bukan pelanggaran HAM berat, sejatinya adalah tindakan Komnas HAM yang hanya mengaktivasi ketentuan UU No 39 tahun 1999 tentang HAM dan mengabaikan UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Dampaknya, nomenklatur pelanggaran HAM yang diumumkan oleh Komnas HAM tidak berarti, karena tidak bisa ditindaklanjuti dengan proses hukum di pengadilan HAM sebagaimana dimaksud dalam UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Komnas HAM hanya mengaktivasi ketentuan pasal 1 angka 6 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM dan mengabaikan ketentuan pasal 1 angka 2 UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Akibatnya, kesimpulan dan rekomendasi Komnas HAM persis seperti yang dikatakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD: setiap pelanggaran HAM bukanlah pelanggaran HAM.
Komnas HAM ini aneh bin ajaib. Bagaimana mungkin ada 6 nyawa meninggal secara tragis, dengan luka tembak lebih dari satu tembakan, sasaran tembak semua ada yang di area mematikan (dada), dan terdapat luka diduga karena penyiksaan, kemudian disimpulkan hanyalah pelanggaran HAM biasa yang tak dapat dibawa ke pengadilan HAM? Ini sama saja, menyamakan penembakan 6 laskar FPI dengan meludahi 6 laskar FPI.
Jika Anda, meludahi muka orang lain itu merupakan pelanggaran HAM. Anda, tidak menghormati harkat dan martabat manusia yang harus dihargai, yang merupakan bawaan alamiah, yang harus dihormati oleh siapapun. Tetapi, jika anda meludahi wajah 6 orang yang anda benci, anda tidak dapat dituntut dan dibawa ke pengadilan HAM. Karena, tindakan anda adalah pelanggaran HAM biasa.
Inilah, yang membuat publik khususnya umat Islam marah. Umat Islam marah kepada Komnas HAM, karena menganggap remeh nyawa, menganggap sepele 6 nyawa anggota FPI. Terlebih, setelah terjadi pembantaian HRS dipenjara dan FPI kemudian dibubarkan.
Padahal, sebelumnya umat Islam berharap Komnas HAM dapat menyeret pelakunya ke pengadilan HAM berdasarkan ketentuan UU No 26 tahun 2000 tentang HAM dengan alasan :
Pertama, peristiwa pembantaian 6 anggota FPI adalah termasuk dan terkategori pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilannya HAM.
Kedua, peristiwa pembantaian 6 anggota FPI adalah termasuk dan terkategori pelanggaran HAM berat baik 'terkategori kejahatan genosida maupun kejahatan kemanusiaan' sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilannya HAM.
Ketiga, peristiwa pembantaian 6 anggota FPI adalah termasuk dan terkategori kejahatan genosida, karena merupakan perbuatan yangdilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagiankelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara membunuh 6 anggota kelompok agama (FPI), sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 A UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilannya HAM.
Keempat, peristiwa pembantaian 6 anggota FPI adalah termasuk dan terkategori kejahatan kemanusiaan, karena merupakan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil melalui pembunuhan 6 anggota kelompok agama (FPI), sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 A UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilannya HAM.
Kelima, peristiwa pembantaian 6 anggota FPI pelakunya harus disanksi dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau penjara maksimal 25 tahun dan minimal 10 tahun, sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 Jo pasal 8 A dan/atau pasal 37 Jo pasal 9 A UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilannya HAM.
Namun semuanya menjadi ambyar, tak ada pengadilan HAM apalagi sanksi pidana mati, penjara seumur hidup atau penjara maksimal 25 tahun dan minimal 10 tahun, karena peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI tidak dianggap pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM. Peristiwa itu hanya disimpulkan sebagai pelanggaran HAM biasa. Peristiwanya hanya dianggap seperti meludahi 6 laskar FPI, bukan membunuh 6 laskar FPI.
Padahal, dalam Islam membunuh satu nyawa saja hukumnya Qisos, yakni dibunuh. Apalagi lebih dari satu nyawa. Semua pelaku yang terlibat dalam pembunuh 6 laskar FPI, apakah berjumlah 6 orang, 10 orang, 15 orang, semua dihukum bunuh (mati) dengan dipenggal setelah diadili oleh Qadli (Hakim).
Hakim dalam mengadili perkara hanya cukup membuktikan ada tidaknya fakta pembunuhan, ada tidak alasan haq yang dibenarkan, dan tidak perlu repot-repot untuk memikirkan apakah ini pelanggaran HAM berat atau biasa. Sepanjang terbukti membunuh tanpa Haq, maka pelakunya dihukum bunuh (mati) dengan dipancung.
Hukuman menurut Islam yang ditegakkan melalui Khilafah ini jelas melegakan keluarga 6 anggota FPI. Atau, jika ada keluarga 6 anggota FPI yang memaafkan, maka pelaku wajib membayar diyat (denda) yang besarnya 100 Dinar atau 100 unta dengan 40 unta diantaranya telah hamil. Jika dikonversi kedalam rupiah, diyat penghilangan nyawa 1000 Dinar kali 4,25 gram emas (22 karat), kali 700.00, maka hasilnya kurang lebih Rp. 3.000.000.000,_ (tiga miliar rupiah.)
Adapun dalam sistem sekuler saat ini, keluarga tak mendapat hak nya. Mereka, hanya bisa marah dan bersedih, tanpa bisa berbuat apapun selain mengadu dan berdoa kepada Allah SWT. Kesimpulan Komnas HAM yang hanya menyimpulkan pelanggaran HAM biasa justru menjadi bunker hukum bagi pelaku pembunuhan 6 anggota FPI aman dari ancaman pidana mati, penjara seumur hidup atau penjara maksimal 25 tahun dan minimal 10 tahun. [].
0 Komentar