KRIMINALISASI MENEMBUS BATAS


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Kalau yang dikriminalisasi itu ulama, aktivis atau umat Islam, rasanya masih standar. Yang begitu, adalah kriminalisasi mainstream, masih konvensional, bukan kekinian, tidak out of the box. Lagipula, mudah untuk ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Hanya kriminalisasi seperti ini menimbulkan perlawanan, baik secara hukum maupun secara opini. Polisi yang melakukan kriminalisasi akan sibuk membuat sejumlah pernyataan dan klarifikasi, ingin meyakinkan publik bahwa tindakannya adalah semata penegakan hukum.

Di pengadilan, jaksa juga kena getahnya. Harus menyulap narasi kriminalisasi dalam koridor penegakan hukum. Akhirnya, kadang terpaksa hanya menjalankan formalitas.

Hakim pun terbawa, hingga akhirnya perkara terpaksa diputuskan bersalah. Komprominya, dipotong masa tahanan dan keluar (bebas).

Namun, sejak kasus banjir Kalimantan Selatan, kriminalisasi telah melampaui batas. Yang dipersalahkan, dikambinghitamkan bukan ulama atau aktivis Islam.

Ya, adalah hujan yang dikriminalisasi, dituding biang kerok banjir Kalimantan Selatan. Hujan, yang telah hadir sejak bumi diciptakan, dan menjadi perlambang rezeki, dipersoalkan. Hujan dituding biang kerok banjir.

Dan hujan, hanya terdiam. Tak mampu mengajukan narasi pembelaan, tak bisa mengajukan eksepsi atau pledoi. Hujan, tak bisa melakukan perlawanan.

Bedanya, hujan tak bisa dipenjara, tak bisa dibawa ke pengadilan. Hujan hanya dijadikan kambing hitam.

Apakah hujan akan marah ? Kemudian, ngambek tidak mau turun untuk waktu yang lama? Tidak, hujan tetap menyirami bumi, menumbuhkan kehidupan sebagai rezeki bagi segenap penduduk bumi.

Rezim ini hanya berani mengkriminalisasi hujan. Mana berani menangkap pemilik HPH atau HTI? Mana berani menangkap taipan tambang? Mana berani, menyalahkan ketidakseimbangan ekosistem alam karena dirusak oleh aktivitas penambangan dan pembalakan hutan?

Apa berani, rezim ini menangkap taipan sawit di Kalimantan Selatan ?Apa berani, rezim ini menangkap taipan batubara di Kalimantan Selatan? Mereka ini sesungguhnya biang keroknya. Tapi, mereka punya uang, punya kuasa, jadi rezim tak akan berani memperkarakan.

Kalau rakyat kecil, nebang beberapa pohon di hutan langsung di penjara. Memang hukum hanya untuk mereka yang punya uang.

Hujan, kalau punya uang juga pasti tak akan berani dikambinghitamkan. Sayangnya, hujan tak punya uang, sehingga dalam kasus banjir Kalimantan Selatan, hujan terpaksa terima dikambinghitamkan. [].

Posting Komentar

0 Komentar