KALAU TIDAK KHILAFAH, DENGAN APA HUKUM SYARIAH TEGAK?


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Ada yang menganggap, tak perlu menegakkan Khilafah sepanjang tujuan syariah bisa diraih, tak perlu ada formalisasi syariah apalagi dengan menegakkan Khilafah. Mulailah, orang semacam ini berteori yang tak dikenal pada era Rasulullah dan generasi setelahnya.

Substansi syariah adalah keadilan, maka tak perlu formalisasi syariah apalagi dengan menegakkan Khilafah jika keadilan bisa diwujudkan. Substansi syariah adalah kemaslahatan (kesejahteraan), maka tak perlu formalisasi syariah apalagi dengan menegakkan Khilafah jika kesejahteraan bisa diwujudkan. 

Faktanya, mana mungkin adil bisa ditegakkan jika yang diterapkan bukan hukum Allah SWT? Adil bukan sekedar kata, tapi memiliki definisi dan perspektif yang Khas. 

Dalam Islam, seorang pencuri wajib dipotong tangan, itulah keadilan bagi pencuri. Sebab, jika dia hanya dipenjara 10 tahun, hal itu tak bisa menjadi penebus dosanya, sehingga diakhirat tetap akan diazab di neraka, karena belum dipotong tangannya saat di dunia, sebagaimana dikehendaki syariat. 

Menghukum pencuri dengan penjara 10 tahun adalah kezaliman, disebabkan :

Pertama, hal itu tidak dapat dijadikan penebus dosa kelak di akhirat. Di akhirat, pencuri tetap akan di azab di neraka untuk mempertanggungjawabkan maksiat akibat tindakan mencurinya. Ini sebuah kezaliman bagi pencuri.

Kedua, pencuri yang dipenjara 10 tahun menyebabkan dirinya tidak dapat menanggung nafkah keluarnya. Hal ini, merupakan kezaliman bagi anak istri dan keluarganya.

Ketiga, pencuri lainnya tidak akan jera, sehingga kasus pencurian tidak akan turun apalagi berhenti.

Jika diterapkan sanksi potong tangan, negara juga hemat biaya tak perlu memberi makan pencuri di penjara hingga 10 tahun. Keluarga tetap bisa dinafkahi, karena tangan yang terpotong tak menghalanginya untuk mencari nafkah yang halal. Dan masyarakat, setiap melihat tangan pencuri yang potong tangannya, akan tercegah dari tindakan pencurian karena tak ingin dipotong tangannya.

Demikian pula kasus zina, yang adil itu dirajam. Itulah, yang menyebabkan Maiz dan Ghamidiyah pada zaman Rasulullah Saw menghadap Rasulullah Saw meminta untuk dirajam. Karena keduanya sadar, azab akhirat jauh lebih pedih sehingga mereka ingin dibersihkan didunia dengan sanksi yang diberikan penguasa.

Adil dalam Islam memiliki makna khas, yakni memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah SWT. Seorang Qadli (hakim) membagikan warisan sama rata kepada anak laki-laki dan perempuan dipandang zalim, karena bertentangan dengan hukum Allah SWT.

Sebaliknya, Qadli baru bertindak adil jika membagi harta warisan, dua bagian bagi anak lelaki, dan satu bagian bagi anak perempuan. Karena begitulah, perintah Allah SWT.

Adapun soal sejahtera, soal kemaslahatan. bagaimana bisa sejahtera, jika syariat Islam tidak ditegakkan? Bagaimana rakyat negeri ini sejahtera jika sumber daya alam yang merupakan karunia Allah SWT dikangkangi Amerika, China, Para Taipan, Geng Luhut Panjaitan, dikuasai JK, dikuasai Erick Thohir, dikuasai Group Bakrie, dll?

Padahal, menurut syariat Islam barang tambang berupa tembang dengan deposit melimpah adalah milik umum, haram dikuasai individu, privat, swasta, baik domestik, asing maupun aseng.

Lantas, bagaimana kekayaan alam itu bisa memberikan kemaslahatan kepada rakyat, jika dikuasai oleh segelintir orang dan hanya untuk kepentingan kaum pemodal? Kaum kapitalis?

Semua itu butuh Khilafah, sebab Khilafah akan mengambil paksa semua harta milik umum untuk dikelola oleh negara khilafah, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk natural barang, layanan dan fasilitas umum maupun subsidi Khilafah kepada rakyatnya. Jadi, mimpi saja sejahtera jika syariat Islam tidak ditegakkan. Mimpi saja menegakkan syariat, jika tanpa Khilafah.

Disinilah, letak urgensi penegakkan khilafah. Sebab, khilafah adalah perintah Allah SWT agar hukum Allah SWT dapat ditegakkan. Agar bumi diliputi berkah, dan Rahmat Allah SWT meliputi semesta alam. [].

Posting Komentar

0 Komentar