Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Siapapun yang mengindera realitas Uni Eropa sebelum terbentuknya, pasti akan mengatakan ide Uni Eropa adalah utopia, a historis, dan tak memiliki basis legitimasi teologi. Sejarahnya, bangsa Eropa tak pernah bersatu, selain selalu berperang antara satu dengan lainnya.
Sebagai visi, bisa dikatakan visi Uni Eropa (Eropa Bersatu) adalah gagasan utopia, karena belum pernah ada realitanya. Secara teologis, tak ada ide yang mendapat sandaran legitimasi agama (dalam hal ini Kristen) yang mewajibkan Eropa atau seluruh orang Kristen bersatu. Agama Kristen yang diadopsi bangsa Eropa, hanya menekankan ajaran spiritual yang minus norma politik.
Uni Eropa bersatu atas dasar kebutuhan melindungi diri dari dominasi Amerika dimana pasca perang dunia kedua, Amerika mewujud menjadi negara superpower, mengambil alih kendali dunia termasuk Eropa, menggantikan posisi Inggris. Uni Eropa juga bersatu atas dasar tujuan pencapaian kemaslahatan ekonomi, yang hal itu menyebabkan dorongan untuk mengintegrasi Eropa dalam batasan tertentu.
Hari ini, Eropa benar-benar bersatu membentuk suatu 'Uni' untuk segenap bangsa Eropa. Ide Eropa Bersatu yang tidak memiliki akar sejarah, yang dianggap utopia, yang tak memiliki basis teologi akhirnya mengalir menyatukan Eropa dalam Masyarakat Ekonomi Eropa dan akhirnya membentuk Uni Eropa.
Bagaimana dengan Khilafah? Berbeda dengan Uni Eropa yang bersatu karena ancaman Amerika dan untuk merealisasikan kemaslahatan Eropa, kaum muslimin lebih layak bersatu dan membentuk Khilafah, disebabkan :
Pertama, ide Khilafah adalah ide nyata, pernah eksis di panggung sejarah peradaban manusia hingga nyaris 13 abad lamanya. Siapapun yang menyebut Khilafah utopis (mimpi) sebenarnya hanyalah orang-orang yang a historis (tuna sejarah).
Khilafah pernah ada dan tercatat sejarah kegemilangannya. Sesuatu yang pernah ada, bertahan hingga 13 Abad, tentu sangat rasional dan logis bisa dihadirkan kembali. Persoalan bahwa proses menghadirkan kembali (menegakkan) Khilafah perjuangan yang berat, penuh hambatan dan tantangan, itu perkara lumrah. Namun, beratnya ujian dan tantangan menegakkan Khilafah, tidak pernah menggeser kedudukan Khilafah sebagai visi yang logis dan rasional menjadi visi utopia.
Kedua, Ide Khilafah memiliki basis teologis yang kuat. Khilafah sebagai ajaran Islam memiliki kedudukan yang agung, semua ulama ijma' (sepakat) tentang wajibnya menegakkan Khilafah. Karena itu, perjuangan penegakkan Khilafah mendapat legitimasi yang kokoh dalam pandangan agama Islam.
Diperkuat lagi, ajaran Islam selain memiliki norma spiritual ibadah juga memiliki norma politik. Seluruh norma politik baik dalam sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pendidikan, politik luar negeri, sistem pertahanan dan keamanan, tak mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya Khilafah.
Ketiga, sesungguhnya kerusakan dunia khususnya dunia Islam yang parah disebabkan dominasi idelogi kapitalisme yang diemban penjajah Amerika dan Eropa, juga karena ancaman ideologi sosialisme China yang mulai bangkit, menyebabkan Umat Islam wajib bersatu untuk melawan semua itu. Seluruh narasi perlawanan melalui sistem demokrasi telah nyata menghasilkan kegagalan.
Karena itu, ide Khilafah selain akan mempersatukan juga menjadi narasi perlawanan atas hegemoni negara negara kapitalis dan sosialis termasuk komunis.
Keempat, sesungguhnya integrasi umat Islam dalam satu kesatuan Khilafah adalah lebih layak dan rasional ketimbang Uni Eropa. Mengingat, meskipun terdiri dari banyak suku bangsa, mahzab fiqih, tradisi dan khasanah pengetahuan intelektual dan budaya, umat Islam pada hakekatnya adalah umat yang satu, dengan Tuhan yang satu, Nabi yang satu, Al Qur'an yang satu. Umat Islam akan bersatu dalam masalah pokok agama dan akan saling menghargai dalam masalah ijtihadiyah.
Kelima, potensi SDA dan SDM termasuk sistem Khilafah yang akan mengintegrasikan Umat dalam satu kesatuan umat, akan lebih kuat ketimbang Uni Eropa. Sebab, landasan utama persatuan umat Islam dalam khilafah adalah akidah Islam.
Berbeda dengan Uni Eropa yang bersatu karena kemaslahatan (pragmatis). Uni Eropa rawan diguncang oleh konflik kepentingan, seperti bersatunya Inggris yang ngiler dengan pasar ekonomi Uni Eropa yang sebelumnya dirintis oleh Perancis. Dan kemudian segera hengkang dari Uni Eropa (Brexit), ketika badai resesi Yunani menjalar ke seluruh anggota Uni Eropa.
Karena itu, Khilafah lebih potensial untuk didirikan kembali dan akan lebih kuat ketimbang Uni Eropa dan bahkan dapat menyaingi sekaligus mengambil alih kedudukan Amerika sebagai negara adidaya. Sudah semestinya, umat Islam menyadari hal ini, sehingga dapat segera beranjak dari masalah dan meninggalkan keterpurukannya. [].
0 Komentar