![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz0QAFQd6BBhCKNuvJy6Fhk6S75GtDWZcpyFGHEIe1sVPuFWvJXQC5qcizAUOotfMk3JMImpdrjbpbPuxbTMimHGCUo22Wl1D6XOnHtCTAgnfaLHbcPxPQJeTLLhiZcX_PUpATam0TYg/w640-h394/Gudang-Opini-Khalifah-Jokowi.jpg)
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Diskursus tentang Khilafah, semakin hari semakin eksis dan menjadi arus mainstream. Hal demikian adalah wajar, mengingat kegagalan sistem demokrasi sekuler dalam memenuhi hajat rakyat, menjadikan rakyat berfikir untuk mencari alternatif sistem pengganti.
Apalagi, kegagalan demokrasi bukan hanya terjadi di negeri ini, tetapi menjadi tren global. Bahkan, dua ilmuwan politik dari Universitas Harvard, yaitu Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, sampai menulis buku dengan judul 'How Democracies Die'. Sebuah Buku yang berisi tentang bagaimana para pemimpin terpilih dapat secara bertahap menumbangkan proses demokrasi untuk meningkatkan kekuasaan mereka.
Karena populernya istilah Khilafah, pada akhirnya Jokowi oleh pendukungnya digelari sebagai Khalifah. Konon, kedermawanan Jokowi seperti Ustman bin Affan, dan merakyat seperti Umar Bin Khatab.
Pertanyaan berikutnya, benarkah Jokowi itu seorang Khalifah? Atau setidaknya, layak disejajarkan dengan Khalifah?
Untuk menjawabnya, saya akan menguraikannya dengan penalaran sebagai berikut :
Pertama, tidaklah seseorang menjadi Khalifah kecuali dengan akad bai'at. Akad bai'at inilah yang telah menjadikan Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, Ali RA, dan para Khalifah setelahnya menjadi Khalifah. Tanpa bai'at seseorang tidak akan pernah bisa menduduki jabatan Kekhilafahan dan tak akan pernah disebut Khalifah.
Sementara Jokowi tidak pernah dibai'at. Jokowi, hanyalah seorang Presiden yang terpilih melalui Pilpres. Karena Jokowi tidak pernah dibai'at, maka Jokowi tak layak disebut sebagai Khalifah.
Kedua, seorang Khalifah dibai'at dengan akad untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Sementara Jokowi, diambil sumpah sebagai Presiden untuk menerapkan UU rakyat.
UU rakyat, sejatinya adalah UU hawa nafsu bukan Wahyu. Semua UU yang tidak diambil dari kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw, bukanlah yang diperintahkan Allah SWT. Karena Jokowi tidak pernah pernah menerapkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw, maka Jokowi tak layak disebut sebagai Khalifah.
Ketiga, Khilafah adalah pemimpin untuk segenap kaum muslimin. Tanggungjawab Khalifah bukan hanya wilayah teritorial negara, tetapi seluruh kaum muslimin.
Khalifah ikut bertanggungjawab atas nasib kaum muslimin di Palestina, Irak, Kaum muslimin Rohingya, Uighur, Suriah, Yaman, Afghanistan, dan kaum muslimin diberbagai wilayah lainnya.
Sementara itu Jokowi hanya mengurusi wilayah teritorial tertentu, itupun tak terurus. Jangankan memikirkan nasib kaum muslimin di Palestina, Irak, Kaum muslimin Rohingya, Uighur, Suriah, Yaman, Afghanistan, dan kaum muslimin diberbagai wilayah lainnya, menghalau China yang mencuri ikan di laut Natuna saja tidak bisa.
Karena Jokowi tidak pernah memikirkan urusan kaum muslimin, maka Jokowi tak layak disebut sebagai Khalifah.
Keempat, untuk mencalonkan diri sebagai Khalifah, siapapun wajib lulus syarat iniqod. Yakni, harus Muslim, Laki laki, Dewasa (Baligh), berakal, Merdeka, adil dan memiliki kemampuan.
Sementara Jokowi, hanya memenuhi syarat Muslim, Berakal dan Dewasa. Jokowi, tak memiliki sikap adil sebagai syarat menjadi Khalifah. Jokowi terkenal bohong, ingkar dan khianat terhadap janji-janji politiknya.
Jokowi tidak memiliki kemerdekaan untuk memimpin, karena berada dibawah kendali oligarki baik partai politik, kelompok kepentingan, kaum kapitalis, dan negara penjajah Amerika dan China. Jokowi juga tak memiliki kemampuan memimpin Khilafah, dimana diantara syaratnya adalah memiliki kemampuan memahami hukum dan syariat Allah SWT.
Karena itu, jangankan menjadi Khalifah. Menjadi calon Khalifah saja Jokowi tidak layak.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat dipastikan bahwa Jokowi bukan Khalifah, tak akan pernah menjadi Khalifah bahkan tak layak hanya sekedar menjadi calon Khalifah. Jokowi, hanyalah petugas partai (PDIP) yang menduduki jabatan Presiden Republik Indonesia. [].
0 Komentar