[Seri Lanjutan Perjuangan Pasca Berakhirnya Epos Prabowo - Sandi]
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Ini bukan tulisan tanggapan untuk Dr. Abdulah Hehamahua, yang telah menulis salam perpisahan untuk Prabowo-Sandi. Ini hanyalah risalah lanjutan, jika umat ini serius menginginkan perubahan, serius tak ridlo dizalimi, serius marah kepada demokrasi.
Mengapa demikian? Terlepas saya bukan dan tak pula mendukung Prabowo - Sandi, saya dekat dan banyak berinteraksi dengan pendukungnya. sebagaimana telah saya ceritakan sebelumnya, saat agenda halal Bi halal di Surabaya, saya terbang ke Surabaya menghadiri undangan penitia dan mendengar langsung bagaimana keluhan Emak Militan disana, yang sebelumnya berjuang membela Prabowo - Sandi.
Saya sependapat, merapatnya Sandiaga Salahuddin Uno ke kubu Jokowi dengan menerima jabatan sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah tanda bahwa cerita tentang Prabowo Sandi berakhir dan harus diakhiri. Kalaupun ada sisa kenangan, mungkin yang perlu dipatri adalah 'semua tokoh yang menjual mimpi perubahan dalam demokrasi, tak ada bedanya'. Semua, pada akhirnya hanyalah para pemburu kekuasaan.
Saat Prabowo merapat, mungkin saja masih ada yang berharap. Mungkin masih ada asumsi itu strategi, kita masih memiliki Sandi. Yang lebih penting, kita masih bersama Habib Rizieq Shihab (HRS).
Tetapi, pasca Sandi merapat dan pada saat bersamaan HRS di penjara, dan sebelumnya 6 anggota FPI mati ditembak Polisi, belum lagi setelah itu Ponpes markas syariah dipersoalkan, maka ini adalah tanda yang tak mungkin ditafsirkan lain, kecuali umat ini harus mengakhiri berharap pada makhluk, berharap pada tokoh. Siapapun yang menyandarkan perjuangan pada makhluk, pasti akan berakhir dengan kecewa.
Tak perlu disesali, apa yang sudah diperjuangkan dan apa yang sudah dikorbankan. Mungkin saja, itu adalah mahar yang harus dibayar agar kita sampai pada perjuangan yang sesungguhnya. Semua niat baik akan dicatat berpahala baik, jika niat belum lurus sekarang lah saatnya meluruskan niat dan meluruskan amal perjuangan.
Kita tak mungkin diam dengan penyesalan dan kemarahan kita, karena faktanya kezaliman juga tak berhenti menimpakan petakanya. Kita tak mungkin pula mengulangi perjuangan yang sama, karena akhirnya kita juga tahu politik dalam demokrasi selalu berujung tragedi.
Karena itu, kita tetap harus melangkah dengan sejumlah catatan sebelum menapaki jalan perjuangan selanjutnya :
Pertama, mari luruskan niat perjuangan semata-mata hanya mengharapkan ridlo Allah SWT semata. Mengharap pada makhluk hanya akan berakhir dengan kekecewaan dan kemarahan.
Niat yang lurus juga akan mengantarkan kesadaran dan kesediaan berkorban demi perjuangan, serta rasa ikhlas menapaki jalannya. Tak merasa bersedih karena cita tak kesampaian, tak merasa jumawa karena visi terlampaui. Semua datangnya dari Allah SWT, dan akan kembali kepada-Nya.
Kedua, niat lurus saja tidak cukup. Melainkan harus ditempuh dengan cara dan melalui jalan yang lurus.
Jalan Demokrasi, meraih perubahan dengan cara mengikuti Pemilu, Pilpres dan Pilkada bukan lah jalan yang lurus menuju ridlo Allah SWT. Ini hanyalah jalan untuk mengantarkan para politisi sampai ke tampuk kekuasaan. Setelah mereka berkuasa, mereka meninggalkan umat dan visi meraih ridho Allah SWT.
Jalan itu adalah jalan dakwah, dakwah yang telah ditempuh dan dicontohkan Rasulullah Saw, sejak beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah hingga beliau mendapatkan kekuasaan di Madinah, hingga beliau tegakkan kekuasaan Islam dan menerapkan hukum Allah SWT. Itulah, visi perubahan sesungguhnya.
Selanjutnya, dengan menerapkan hukum Allah SWT, bumi dan langit mengeluarkan berkahnya, seluruh perbendaharaan harta tidak terhijab, dan sejahteralah umat manusia.
Ketiga, jalan yang kita tuju harus memiliki visi yang jelas, yakni Khilafah. Kenapa Khilafah? Sebab hanya khilafah yang mampu merealisasikan visi menegakkan hukum Allah SWT. Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang diwariskan oleh Rasulullah Saw kepada pada sahabat setelahnya.
Karena itu, gunakan energi, kemampuan, untuk berjuang menegakkan Khilafah. Sudahi, perjuangan dan pengorbanan untuk demokrasi.
Inilah, uluran tangan dari seorang yang menginginkan saudaranya mendapatkan kemuliaan berjuang di jalan Islam. Inilah, seruan hangat dari seorang yang menginginkan saudaranya selamat dari tipuan demokrasi. Inilah, seruan ikhlas yang mengajak seluruh umat manusia untuk meninggalkan perjuangan dan penghambaan kepada makhluk menuju berjuang dan menghamba hanya kepada Allah SWT semata. [].
0 Komentar