UU CIPTA KERJA DAN BABAK BARU PERTARUNGAN MELAWAN REZIM ZALIM


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

UU Omnibus Cipta Kerja akhirnya resmi diundangkan. UU Cipta Kerja resmi diundangkan dengan Nomor 11 Tahun 2020. UU ini masuk Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245.

Dengan demikian, strategi kanalisasi pertarungan ke MK telah dirasa matang oleh rezim. Beberapa elemen juga nampaknya telah kewalahan melakukan pertarungan politik melalui aspirasi menyampaikan pendapat dimuka umum.

UU Nomor 11 Tahun 2020 yang baru diundangkan terdiri dari 186 pasal yang mengubah sekitar 79 UU, dan rincian pasal perubahan lebih dari 1224 Pasal dengan jumlah halaman berikut penjelasan 1.187 halaman dimana 769 isi UU dan sisanya penjelasannya.

Inilah versi resmi UU Ominibus Law Cipta Kerja, bukan versi yang dibahas DPR di Paripurna, yang draft finalnya dikirim ke Presiden pada 5 Oktober yang lalu dengan jumlah 812 halaman, dengan 488 halaman isi UU dan sisanya penjelasan.

Dengan dikeluarkannya UU resmi yang telah diteken Presiden dan dinomori ini, ada beberapa kesimpulan dan prediksi yang akan terjadi :

Pertama, Presiden memiliki kekuasaan 'Power Full' dengan menghimpun semua kekuasaan yang sebelumnya dipisah, sejak legislatif, eksekutif hingga yudikatif. Presiden yang mengajukan rancangan UU, Presiden pula yang merevisi hasil akhir produk legislasi DPR yang semula berjumlah 812 halaman menjadi 1.187 halaman. Dan saat dibawa kepada kekuasaan yudikatif (MK), publik juga bisa menjangkau kesimpulan bahwa putusan palu MK patut diduga tidak akan menyelisihi kehendak Presiden.

Teori politik tentang pemisahan kekuasaan melalui jargon 'Trias Politika' faktanya telah dikangkangi oleh oligarki politik yang meminjam kekuasaan Presiden. Presiden telah menjelma menjadi 'Diktator Konstitusi' yang menghimpun semua kekuasaan Negara, yang pada asalnya wajib dipisah agar ada kontrol, ada Cek & Balances.

Kedua, narasi membawa perkara ke MK sebagai sarana kanalisasi aspirasi akan dijalankan rezim. Secara resmi, UU ini benar-benar dapat diuji ke MK karena telah dinomori dan dicatat di lembaran negara. Akan banyak permohonan uji materi ke MK, baik murni berjuang maupun menjalankan mandat rezim agar seolah-olah arus mainstream perlawanan terhadap UU Omnibus Law UU Cipta Kerja ke MK.

Babak baru ini, sekaligus menandai bahwa Pemerintah telah siap terhadap permohonan uji materi ke MK. Konsolidasi di internal pemerintah telah paripurna, sehingga UU berani dinomori.

MK kuat dugaan akan 'sedikit melunak' dengan mengabulkan sejumlah permohonan pada materi pasal tertentu, asalkan bukan pasak krusial yang telah 'dibintangi' oleh rezim. Hal ini untuk menimbulkan kesan seolah-olah MK masih bisa diharapkan.

MK akan mengubah sikap dalam mengadili perkara, dan meninggalkan persepektif mengadili seperti pada UU Ormas maupun UU KPK. Hanya saja, ini tidak akan menimbulkan dampak signifikan bagi kepentingan rakyat.

Namun demikian, uji formil yang diajukan pasti ditolak MK. Tak mungkin, bahkan bisa dikatakan mustahil MK membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja secara keseluruhan dengan alasan tak memenuhi syarat formil pembentukan peraturan perundang-undangan. Meskipun, faktanya UU ini dibentuk secara jorok dan brutal.

Ketiga, akan terjadi polarisasi perlawanan antara yang tetap konsisten dengan demonstrasi dan yang mengakhiri demo dan membawa perkara ke MK. Hal ini, tentu akan memperlemah perlawanan. Selain juga, telah banyak infiltrasi yang dilakukan rezim terhadap berbagai elemen masyarakat yang menolak UU ini.

Terlepas dari kenyataan diatas, ada satu keadaan yang yang tidak bisa dikendalikan rezim. Rezim Jokowi bisa mengontrol dan memastikan UU ini aman hingga jika diuji ke MK.

Namun, rezim Jokowi tak akan mampu menghindari konsekuensi delegitimasi. Nampaknya, ketidakpercayaan publik akan meluas, publik tak lagi melihat upaya ke MK sebagai jalan keluar, namun merupakan jebakan politik yang dipersiapkan rezim dan akhirnya mengubur harapan publik yang menolak UU omnibus law Cipta Kerja dan meminta membatalkannya.

Terakhir, saya mengingatkan kepada segenap aktivis, mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya, bahwa persoalan inti dari UU yang jorok dan brutal ini adalah sekulerisme demokrasi. Sepanjang, akar masalah yakni sekulerisme demokrasi ini tidak dicabut, maka perjuangan Umat akan selalu dipermainkan rezim. [].

Posting Komentar

0 Komentar