Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Akhir-akhir ini, kembali muncul wacana rekonsiliasi (perdamaian) mengiringi kepulangan Habib Muhammad Rizieq Shihab (HMRS). Dalam salah satu ceramah, HMRS menyebut akan membuka dialog asalkan para ulama, tokoh, aktivis dan mahasiswa yang dikriminalisasi dibebaskan rezim.
Belum ada tanggapan resmi pemerintah terhadap wacana tersebut. Tanpa samar, dialog yang dimaksud HMRS jelas ditujukan kepada pemerintah rezim Jokowi.
Interaksi komunikasi kian hari justru mengisyaratkan konfrontasi. Machfud MD misalnya, selaku pejabat Menkopolhukam dalam sebuah acara Maulid Nabi Muhammad Saw mengisyaratkan bahwa Agama harus dipisahkan dari Negara. Pada kesempatan lain, dalam forum Maulid Nabi Muhammad Saw, HMRS justru menegaskan Agama tidak boleh dipisahkan dari Negara.
Pada faktanya, rekonsiliasi dalam pengertian sebagaimana terjadi pada interaksi Jokowi - Prabowo, tak mungkin wujud pada kasus rekonsiliasi antara HMRS dengan Rezim Jokowi. HMRS tak mungkin menerima syarat rekonsiliasi, jika Jokowi juga ingin menetapkan syarat yang diterima Prabowo agar diterima HMRS. Artinya, HMRS tak mungkin menerima rekonsiliasi dengan syarat harus bungkam pada kezaliman dan atau apalagi melegitimasi kezaliman, sebagaimana syarat itu diterima mutlak oleh Prabowo.
Kalaupun, HMRS menerima syarat itu, mengambil posisi sebagaimana Prabowo terhadap Jokowi, dipastikan Umat tidak akan terima. Umat akan alamiah, mencari figur kepemimpinan lain, yang tetap istiqamah melawan kezaliman.
Adapun perubahan sikap Jokowi menjadi adil dengan berbagai latar dan oligarki politik yang melingkupinya, juga mustahil. Nasionalisme Sekuler akan selamanya bertentangan dengan Islam. Semua kebijakan yang tidak diambil dari Al Qur'an jelas sebuah kezaliman, dan pasti akan dilawan oleh Umat Islam.
Karena itu, wacana rekonsiliasi hanyalah istilah yang tak akan wujud menjadi kenyataan, jika didalamnya mensyaratkan adanya kompromi antara Al Haq dan Al Batil. Kebenaran dan kebatilan, akan selamanya abadi menjadi musuh bebuyutan.
Hanya kadang-kadang Al Batil seolah menang atas Al Haq. Namun, pada fase penentu, pada akhirnya Al Haq akan menjadi pemenangnya. Itulah, fase akhir pertarungan Ibrahim dan Namrud, juga antara Musa dan Fir'aun.
Karena itu, segenap umat tidak boleh lengah, harus selalu siap siaga di parit parit perjuangan. Untuk saat ini, kedepan, hingga selamanya, Al Haq tidak akan pernah berekonsiliasi dengan kebatilan. Jika terjadi, itu hanyalah rekonsiliasi antara yang batil dengan yang batil, sementara yang Haq akan terus melakukan perlawanan, hingga pertolongan Allah SWT tiba, hingga Al Haq menjadi pemenangnya.
Karena itu, umat tak boleh lengah dengan berbagai manuver menipu yang diproduksi rezim. Umat wajib terus mengamati dinamika politik yang berkembang, dan terus merespons dengan persepektif Islam.
Umat tidak boleh jatuh pada lubang yang sama. Umat, tak boleh mengikat kesepakatan dan memberikan kepercayaan kepada rezim yang terbukti pembohong dan zalim. [].
0 Komentar