POLDA METRO JAYA ABUSE OF POWER ?


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, 'direndam' selama kurang lebih 10 Jam. Ia Diperiksa dan dicecar 33 pertanyaan. Anies diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Selasa, 17 November 2020 sejak jam 10 pagi hingga malam.

Anies diperiksa sehubungan dengan aktivitas HRS di Petamburan. Dugaan pelanggaran UU Karantina di acara akad nikah dan Maulid Nabi yang digelar pimpinan Front Pembela Islam atau FPI Rizieq Shihab di Petamburan Sabtu pekan lalu menjadi materi muatan pemeriksaan.

Polisi menggunakan dalih pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan, mengacu pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Ancaman 1 tahun penjara dan denda 100 juta.

Problemnya, sejak awal pendemi pada sekitar Maret 2020, Pemerintah tak pernah menetapkan status Karantina Wilayah (lock down). Pemerintah hanya mengambil opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Publik menduga kuat, pemerintah ogah lokckdown dan melimpahkan kepada Pemda untuk menerapkan PSBB karena tak mau menanggung kebutuhan dasar orang dan hewan ternak, sebagai konsekuensi penerapan Karantina Wilayah.

Padahal, pelanggaran berdasarkan ketentuan pasal 93 UU No 6 tahun 2018, adalah pelanggaran terkait status karantina. Lantas, apa dasarnya penyidik memeriksa Anies Baswedan dan yang lainnya ?

Penerapan pasal ini tak relevan karena tak ada status karantina. Yang ada adalah status PSBB, dan itu menjadi wewenang Pemda. Sementara, sanksi yang diterapkan Pemda hanya sanksi denda dan tak sampai bisa mengeluarkan sanksi pidana.

Pada faktanya, Pemda DKI Jakarta telah memberikan sanksi denda 50 juta. Terhadap hal ini, pihak HRS telah membayarnya.

Lebih aneh lagi, Kapolri Jenderal Idham Azis telah mencabut Maklumat terkait larangan dan upaya pembubaran terhadap kerumunan terkait pencegahan penularan Covid-19.

Ketentuan itu sebelumnya tercantum dalam Maklumat Nomor: MAK/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Kemudian, Polri mengeluarkan surat telegram no STR/364/VI/OPS.2./2020 tanggal 25 Juni 2020 tentang Perintah Kepada Jajaran Mengenai pencabutan Maklumat Kapolri dan Upaya Mendukung Kebijakan Adaptasi Baru/New Normal.

Itu artinya, dalam perspektif penegakan hukum, kumpul-kumpul tak lagi di larang. Lalu kenapa Polda metro jaya memeriksa Anies Baswedan atas dalih adanya 'kumpul kumpul' di hajatan HRS ? Bukankah itu menentang kebijakan Kapolri ?

Hal ini patut diduga, Polda Metro Jaya telah menyalahgunakan wewenang, telah melampaui batas-batas kewenangan, telah melakukan tindakan abuse of power. Tapi, apa motifnya sehingga penegak hukum sampai berani secara terbuka 'melanggar hukum' ?

Dilihat dari kronologis, sejak kepulangan HRS, sejak seruan Revolusi Akhlak, sejak dua Kapolda dan sejumlah Kapolres dicopot, maka publik paham. Motif tindakan abuse of power ini jelas politik. Ini adalah babak lanjutan perseteruan politik Antara kubu Revolusi Akhlak vs Revolusi Mental.

Panjang umur perjuangan......[].

Posting Komentar

0 Komentar