Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra angkat bicara terkait Partai Masyumi yang mengggelar deklarasi pada 7 November 2020 lalu. Meski menghormati atas pendeklarasian tersebut, Yusril mengakui kalau partai berbasis Islam itu lebih sulit bergerak.
Yusril menilai kalau untuk pendeklarasian partai itu mudah. Namun, bagaimana mengelola, membina bahkan membesarkan partai itu yang tidak mudah. Menurutnya orientasi politik masyarakat sudah banyak mengalami perubahan. Sehingga masyarakat tidak lagi terbelah pada perbedaan ideologi yang tajam seperti di saat Masyumi eksis pada 1945-1960.
Masih menurut Yusril, partai memerlukan dana yang besar untuk bisa bergerak. Namun, bagi partai berbasis Islam sulit memperoleh dana yang besar. Sebab, yang memiliki dana besar itu para cukong serta para pengusaha di dalam maupun luar negeri.
Apa yang dituturkan Yusril, adalah realitas politik yang sahih. Kondisi itu menggambarkan partainya, dan semua partai Islam yang terlibat dalam politik praktis.
Dalam sistem demokrasi, kedaulatan sebenarnya ada di tangan kapital. Siapa yang memiliki kapital besar, dialah yang akan mampu membeli 'kedaulatan rakyat' melalui proses politik Pemilu.
Selanjutnya, pasca berkuasa di tampuk kekuasaan partai tak mungin mengabdi untuk rakyat. Partai tentu saja akan berorientasi pada kapital, baik kapital dari kocek sendiri maupun yang dibiayai oleh para kapitalis, baik cukong pribumi, asing maupun aseng.
Partai apapun basisnya, baik nasionalis sekuler, Islam atau berbasis masa Islam akan tunduk pada hukum besi politik kapital. Yang tidak memiliki kapital, otomatis akan tersingkir dari kekuasaan.
Contohnya PBB, partai Yusril ini sejak didirikan hingga hari ini belum pernah berkuasa dalam arti sebagai satu parpol. Hanya beberapa saja kadernya yang mewarnai kekuasaan. Selebihnya, PBB hanya menjadi partai chearleders. Partai hore-hore, partai penggembira.
Pasti Islam atau partai berbasis masa Islam lainnya, seperti PKS, PPP, PAN dan PKB, juga tak mampu steril dan keluar dari hukum besi politik kapital. Baik untuk alasan biaya politik maupun money politik, partai harus punya banyak kapital jika ingin menang.
Ditengah masyarakat, mereka juga tak lagi mampu membedakan antara partai Islam, partai berbasis masa Islam, atau partai nasionalis sekuler. Semuanya tak jauh dari politik uang, tak ada uang tak ada pemilih. Isitas sangat mempengaruhi elektabilitas. Sementara kapasitas dan intelektualitas, hanyalah syarat pelengkap saja.
Selama demokrasi yang dijadikan rel perjuangan, selama orientasinya politik kekuasaan, maka partai pendatang baru baik Masyumi, Partai Gelora maupun Partai Umat tak akan selamat dari hukum besi politik kapital. Yang mau melawan arus, dipastikan akan tersingkir.
Pada akhirnya, partai juga akan pragmatis baik untuk alasan kemenangan atau sekedar bertahan agar tetap eksis. Apa yang dialami PBB, yang dibiayai Yusril, terpaksa pragmatis larut dalam politik hukum besi kapital, dengan tujuan agar tetap eksis bukan untuk menang.
Logika Politik Perjuangan Partai Ideologis
Partai pendatang baru, akan terbebas dari hukum besi politik kapital, jika partai tersebut melakukan hal-hal sebagai berikut :
Pertama, partai tersebut konsisten dalam perjuangan politik yang murni hanya berjuang untuk Islam dan keluar dari rel politik demokrasi. Partai tersebut, tidak terlibat dalam orientasi politik kekuasaan melalui mekanisme demokrasi baik pemilu, pilpres maupun pilkada.
Kemampuan partai untuk tetap berpolitik, yakni dakwah amar makruf dan nahi mungkar dalam urusan kekuasaan dan keumatan, sekaligus mampu keluar darinya bingkai politik demokrasi, akan menjadikannya terbebas dari jeratan dan intervensi hukum besi politik kapital.
Partai tak perlu mengeluarkan modal untuk pendaftaran dan verifikasi, tidak butuh anggaran untuk ikut kontestasi politik baik pemilu, pilpres maupun pilkada. Partai memang membutuhkan anggaran, tapi bisa dikhususkan untuk pembinaan, pengembangan dan pembiayaan politik dakwah terhadap kekuasaan, dengan target mempengaruhi kekuasaan agar sejalan dengan cita dan ideologi partai.
Kedua, partai harus berorientasi pada Islam dan umat, bukan kekuasaan. Partai tak peduli, apakah kadernya menjadi penguasa baik di legislatif maupun eksekutif. Partai lebih fokus membina umat agar sejalan dengan Islam dan mampu diajak bergerak untuk berjuang demi Islam.
Partai yang demikian, harus mampu membuat blue print tentang masa depan Islam dan umat, agar umat mampu dibimbing dan bergerak menuju visi bersama. Tanpa arah tujuan dan metode menempuh jalan, umat bahkan kader partai akan kebingungan menentukan arah pergerakan.
Ketiga, partai harus bersifat ideologis, tidak boleh pragmatis. Ideologi partai harus Islam, sehingga seluruh visi misi, blue print perjuangan, hingga gambaran kekuasaan yang kelak akan dijalankan oleh umat adalah kekuasaan Islam yang murni, bukan kekuasaan Islam yang bercampur dengan demokrasi.
Ideologi partai harus murni berasal dari Islam dan tak boleh ada sesuatu yang bukan berasal dari Islam yang mempengaruhi corak dan arah perjuangan partai. Partai yang demikian, akan steril dari intervensi penguasa dan para penjajah baik yang berhaluan kapitalisme seperti Amerika maupun yang berhaluan komunisme seperti China.
Keempat, partai harus menghimpun orang-orang yang ikhlas, yakni orang yang pamrih berjuang nya hanya untuk Islam, yang datang berhimpun untuk memberikan andil perjuangan, bukan orang yang mencari kekuasaan atau sesuatu dari partai. Seleksi keanggotaan partai harus melalui sejumlah pembinaan, sehingga penetapan anggota partai didasarkan kelayakan baik dari sisi kapasitas maupun loyalitas serta kepahaman atas ideologi dan visi misi partai.
Orang-orang ikhlas inilah, yang akan berlomba lomba membiayai partai bukan merongrong partai. Dengan berhimpunnya orang ikhlas, urusan kebutuhan perjuangan baik materi maupun non materi akan mudah terselesaikan.
Menghimpun orang pragmatis, gila kekuasaan, pemburu dunia, sekali kali tidak akan menguatkan partai bahkan hanya akan menjadi beban partai. Orang-orang yang ikhlas biasanya berasal dari latar belakang ikhlas dan/atau bentukan dalam kaderisasi partai.
Artinya, partai harus mampu menciptakan iklim pengkaderan yang menjadikan anggotanya ikhlas sekaligus akan otomatis melempar siapapun yang tidak ikhlas. Ruh perjuangan, hanya semata mencari pahala dan ridlo-Nya.
Itulah, sekelumit ulasan agar partai tak terjebak politik uang dan tetap mampu mendefinisikan diri sebagai entitas politik yang berjuang untuk Islam dan umat. Partai yang dapat mempengaruhi kebijakan kekuasaan, bahkan partai yang kelak mendapat kekuasaan mutlak dari umat, mampu menerapkan Islam dalam kekuasaan, dalam bingkai dan rel politik Islam dan tak akan terkooptasi oleh sistem politik demokrasi. [].
0 Komentar