KHILAFAH ITU KEWAJIBAN, PERINTAH ALLAH SWT


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

"Saat Khilafah ditanam di atas lahan Hak maka yang terjadi perpecahan akan tetapi saat Khilafah ditanam diatas lahan Kewajban, alangkah indahnya."
[Ibnu Dawam Azis, GWA Peduli Negara 3, 14/11]

Penulis memahami, perbedaan pendapat dan pandangan itu merupakan sesuatu yang fitrah. Mengingat, proses berfikir itu sangat dipengaruhi oleh sumber informasi yang dijadikan rujukan. Fakta yang sama, bisa ditafsirkan berbeda. Apaka, jika ada tendensi kebencian dalam melakukan penafsiran.

Peristiwa pembaiatan Abu Bakar RA setelah wafatnya Rasulullah Saw misalnya. Bagi yang membenci Islam, ingin menjauhkan umat dari Khilafah sebagai ajaran Islam yang agung, mereka ini akan menafsirkan para sahabat Ridwanullah Ajmain termasuk Abu Bakar RA, sebagai sekelompok orang yang haus akan jabatan dan kekuasaan.

Mereka menuding, para sahabat memperebutkan kekuasaan disaat Rasulullah Saw meninggal dan jenazahnya belum dikebumikan. Mereka, menuduh para sahabat tidak adab, karena memperebutkan kekuasaan saat jenazah Rasulullah Saw belum dikebumikan.

Namun, yang memiliki pemahaman utuh tentang peristiwa itu, justru mengambil kesimpulan bahwa membaiat Khalifah dan melanjutkan kekuasaan demi tegaknya izzul Islam wal muslimin adalah kewajiban yang agung, melebihi kewajiban menguburkan jenazah hingga jenazah Rasulullah Saw. Mereka paham, membaiat Khalifah untuk didengar dan ditaati, lebih diutamakan ketimbang menyelenggarakan jenazah.

Peristiwa itu dilakukan oleh para sahabat RA yang mereka ridlo kepada Allah SWT dan Allah SWT telah ridlo terhadap mereka. Peristiwa itu disaksikan oleh seluruh sahabat dan diketahui kaum muslimin ketika itu, sementara tidak ada yang mengkritik peristiwa di Saqifah Bani Saidah, hingga pembaiatan Abu Bakar RA.

Hal itu menjadi Ijma' dikalangan sahabat, bahwa membaiat Khalifah adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Para sahabat telah mencontohkan, bagaimana mereka segera membaiat Khalifah untuk melanjutkan kepemimpinan politik yang sebelumnya dipegang Rasulullah Saw.

Begitu juga adanya asumsi jika Khilafah tegak akan terjadi perpecahan, non muslim dipaksa masuk Islam, akan terjadi pembunuhan, akan terjadi perpecahan, akan terjadi seperti apa yang dialami ISIS, dll, itu juga berangkat dari pemikiran yang tidak bersumber dari informasi yang sahih. Jika bicara Khilafah, tentunya yang menjadi rujukan adalah Para Khulafaur Rasyidin dan kekhilafahan setelahnya hingga yang terakhir di Turki Usmani. Pada periode itu, kaum muslimin bersatu. Dibawah kepemimpinan Umar RA, Al Quds mampu menjadikan tiga agama (Islam, Yahudi dan Nasrani), hidup berdampingan dengan damai.

Pada periode tersebut, tidak ada darah kaum muslimin yang tertumpah tanpa ada qisos. Tragedi pembantai umat Islam di Palestina, Moro, Afghanistan, Myanmar, Uighur, dan belahan negeri lainnya itu bermula setelah kekhilafahan Islam diruntuhkan oleh agen Inggris, Mustofa Kanal Pasha La'natullah.

Jadi keliru dan sangat menyesatkan, jika menggambarkan Khilafah itu ISIS. Kemudian melegitimasi kejahatan ISIS untuk mencitraburukan ajaran Islam Khilafah.

Termasuk pula, penulis bisa memahami kenapa kemudian syariah Islam yang Agung ini dicoba di pas-paskan dengan Demokrasi, Nasionalisme, Sekulerisme, atau ajaran lainnya. Hal ini berangkat dari sumber informasi yang terbatas terkait wujud penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah.

Akhirnya muncul istilah istilah yang dahulu tidak dikenal, seperti Islam moderat, Islam liberal, Islam tasamuh, Islam washattan, Islam Nusantara, dll. Kemudian dimunculkan 'hantu Islam' seperti Islam radikal, Islam fundamental, hingga Islam teroris.

Maklum pula gambaran pemerintah Islam itu kabur. Karena penjajah mencekok umat Islam dengan pemikiran politik sekuler. Mereka ajarkan sistem republik, demokrasi, monarki, federasi, konfederasi. Tapi mereka, menutup rapat-rapat ajaran Islam Khilafah.

Dalam konteks itulah, penulis tetap akan setia mencoba menggoreskan ide Khilafah secara berkala dan siap menikmati dinamika perbedaan. Karena pemahaman itu tak akan bertemu, atau dapat ditarik kesimpulan, tanpa adanya diskusi pemikiran.

Penulis ingin tegaskan, Khilafah itu kewajiban Allah SWT. Tidak ada kewajiban yang diturunkan Allah SWT akan merusak atau menzalimi hamba-Nya.

Allah SWT adalah dzat pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Allah SWT tentu yang paling tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Dari sisi itu, Khilafah adalah kewajiban. Adapun dalam konteks hak berpendapat berdasarkan konstitusi, khilafah adalah hak umat Islam, hak kaum muslimin untuk berjuang dan mewujudkannya. Rasanya, dalam persepektif itu penulis akan terus mendakwahkan Khilafah, baik melalui lisan maupun tulisan.

Jadi, tidak perlu ada dikotomi antara kewajiban dan hak. Apalagi berasumsi akan ada perpecahan atas ditegakkannya kewajiban Khilafah, sebagai satu kewajiban yang agung yang saat ini belum mampu diwujudkan. [].

Posting Komentar

0 Komentar