Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
"Jadi, Demokrasi secara materiil telah mati, secara formil sebentar lagi akan mati. Sebab, Umat Islam tak menginginkan Demokrasi, umat Islam tak mau diperintah dengan kedaulatan rakyat apalagi kedaulatan kapital. Umat Islam hanya ridlo diperintah dengan hukum Allah SWT"
Kutipan artikel di atas, adalah substansi dari satu paragraf artikel yang menegaskan Demokrasi pasti akan mati. Karena kutipan tersebut, ada anggota GWA IDe Human Development mengatakan GWA ini akan bubar. Ada yang menimpali, GWA diubah saja menjadi 'Calon Pendukung Khalifah'.
Baiklah, kita diskusikan lagi. Semua ide itu, selain merujuk pada konsep juga pada praktiknya. Ada kebenaran yang dijelaskan dengan norma, ada kebenaran yang harus dibuktikan dengan fakta.
Kadangkala, kebenaran banyak ditutupi fakta. Sebagaimana kebatilan dilegitimasi oleh fakta.
Kenapa saat ini muncul ungkapan Islam itu demokratis ? Islam lebih demokratis ketimbang demokrasi?
Atau sebaliknya, kenapa negeri kafir seperti Singapura dianggap lebih Islami dari negeri Islam karena melihat kebersihan tata kotanya ? Atau negara Eropa yang tertata rapih lebih islami ketimbang negeri yang terlibat konflik di timur tengah yang rusak, kotor, atau negeri di Afrika yang miskin dan terbelakang?
Ini semua bukan semata soal kebenaran konsep, kebenaran norma. Ini juga terkait dengan fakta, dengan realitas terindera.
Misalnya saja, orang atau barat selalu menjadikan prototipe negara Islam, penegakan syariat Islam, bahkan khilafah Islam yang dinisbatkan kepada ISIS. Fakta yang terindera, ISIS membunuh sesama muslim, melakukan berbagai kejahatan, hidup dalam konflik di dalam yurisdiksi dua negara (Irak dan Suriah), dan sederet kejahatan dan kerusakan lain yang ditimbulkannya.
Kemudian, orang menyimpulkan Khilafah itu ISIS. Merusak, memecah belah, menimbulkan kerusakan, menindas, memecah belah, menumpahkan darah, menghilangkan nyawa, dan seterusnya.
Padahal, dalam tataran norma, tataran konsepsi, Khilafah itu adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin untuk menerapkan syariat Islam dan mengemban misi dakwah Islam ke seluruh penjuru alam. Norma dan konsepsi Khilafah yang agung, dirusak dengan tafsir ISIS. Masyarakat juga taklid buta, karena tidak bisa mengindera Khilafah karena sejak Kekhilafan Islam terakhir yang diruntuhkan tahun 1924, tak ada lagi satupun negara di muka bumi ini yang bisa disebut atau setidaknya mewakili institusi Khilafah.
Apalagi bagi orang yang buta sejarah, tak mendapatkan informasi tentang keagungan Khilafah di periode Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, Ali RA, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Turki Usmani. Mereka tak mendapatkan informasi, bagaimana Kekhilafahan Islam pada era terdahulu mampu memakmurkan bumi, menyatukan negeri kaum muslimin dalam satu kesatuan wilayah.
Khilafah ketika itu, menebarkan rahmat bagi semesta alam. Misalnya bagaimana kekhilafahan Turki Utsmani dibawah Khalifah Sultan Abdul Majed memberikan sumbangan kepada negara lain yang jauh dan penduduknya bukan Muslim, yakni Irlandia.
Kala itu saat terjadi bencana ‘Great Famine’ atau ‘Kelaparan Besar’, Sultan atau Khalifah Turki ini memberikan peranannya. Orang Irlandia mengenal zaman susah ini sebagai Irish Potato Famine (Kelaparan Kentang di Irlandia). Tepatnya peristiwa ini terjadi sekitar 160 tahun silam.
Uniknya lagi, saat itu usia Sultan Abdul Majeed baru 23 tahun. Atas sikap dermawan ini Kekhalifahan Ottoman atau Utsmani memiliki reputasi kedermawanan di seluruh dunia.
Juga pada tahun 1889, ketika terjadi banjir besar di Johnstown, sebuah pemukiman di Pennsylvania barat daya di AS. Setelah hujan deras, sebuah bendungan roboh dan kota itu terendam. Lebih dari 1.600 rumah hancur dan lebih dari 5.000 orang meninggal.
Kebakaran dimulai setelah banjir yang juga meningkatkan dampak bencana. Peristiwa ini dikenal sebagai bencana besar pertama yang dihadapi Palang Merah Amerika.
Fatma Ãœrekli, kepala Departemen Sejarah di Universitas Mimar Sinan, menjelaskan bantuan khilafah Turki ke Amerika itu terdokumentasi dalam bukunya berjudul “Belgelerle 1889/1894 Afetlerinde Osmanlı-amerika YardımlaÅŸmaları” (Gotong Royong Ottoman-Amerika, berdasarkan dokumen Bencana 1889/1894).
Atau jika terkait ide jaminan kebebasan beragama di era Khilafah, kita bisa merujuk pada sejarah al Quds. Kota ini menjadi kota suci dan kota paling damai bagi tiga agama (Islam, Yahudi, Kristen) sejak ditaklukkan oleh Khalifah Umar Bin Khatab dan ditaklukkan ulang oleh Sholahuddin Al Ayyubi. Ketika Khilafah menguasai Al Quds, pemeluk Kristen dan Yahudi dibiarkan tetap dalam keyakinannya dan dijamin keamanannya oleh Khilafah. Berbeda sekali dengan kondisi Al Quds saat dikuasai pasukan salib.
Jadi ada distorsi fakta Khilafah karena umat tidak dapat mengindera realitas Khilafah sesungguhnya sejak Khilafah diruntuhkan tahun 1924 M. Barat kafir dan kaum munafik, menjajakan kaset kusut khilafah abal-abal yang diproklamirkan ISIS untuk mendistorsi Khilafah yang agung dan merusak dengan mencitrakan Khilafah sebagai Negara yang jahat, merusak, membunuh yang berbeda agama, menebar teror, dll.
Nah, kembali ke substansi diskusi. Apakah ketika Khilafah tegak kelak Demokrasi akan mati ? Atau berbagai forum diskusi tentang Demokrasi akan mati?
Jawabnya, sebagai sebuah ide demokrasi akan tetap abadi sebagaimana ide komunisme PKI. Ide tak dapat dimatikan.
Tetapi dalam tataran realitas praksis, negara Khilafah akan menerapkan hukum kedaulatan Allah SWT, bukan kedaulatan rakyat. Karenanya, Demokrasi akan mati, Khilafah akan menyatukan negeri kaum muslimin dan mengembalikan hukum kedaulatan Allah SWT untuk kembali mengatur Umat manusia.
Namun kelak, Khilafah yang memiliki tugas melayani rakyat berdasarkan hukum syariat, mendengar aspirasi rakyat dan memenuhi seluruh hajat rakyat, bukan mustahil akan melahirkan idiom baru. Para pengusung demokrasi akan mengatakan "Khilafah itu demokratis, lebih demokratis ketimbang negara yang mengklaim menerapkan demokrasi tapi nyatanya otoriter, nyatanya menghamba pada oligarki, bukan melayani rakyat".
Jadi, saya akan sabar menunggu saat, dimana kebaikan Khilafah akan dielu-elukan seluruh kaum muslimin juga menjadi perbincangan hangat oleh barat, Amerika dan dikalangan pengusung demokrasi. Kelak, untuk membela demokrasi mereka akan katakan Khilafah itu demokratis, mendengar aspirasi dan melayani kebutuhan rakyat.
Tenang saja, ini hanya soal waktu. Jika saya bersabar atas keyakinan yang saya emban, anda yang membaca tulisan ini juga harus ikut sabar untuk membuktikannya, bahwa omongan saya ini benar dan akan anda benarkan. Kebenaran itu akan lebih membekas, ketika Fakta Khilafah telah ada dan mampu menebar rahmat bagi seluruh penjuru alam. [].
0 Komentar