Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengkritik sikap sejumlah elite politik di tengah Pilkada 2020 yang tak mengindahkan protokol kesehatan. Ia juga menyentil sejumlah elite agama yang beberapa hari ini justru membuat kerumunan tak menaati protokol kesehatan. Hal ini menurut Mu'ti kontras dengan apa yang dilakukan terhadap pedagang yang mereka harus diuber-uber lantaran menggelar dagangan di tengah pandemi.
Publik paham, siapa yang dimaksud 'Elit Agama'. Pernyataan Abdul Mu'ti ini kontras dengan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh parpol, pasangan calon, dan sejumlah kampanye Pilkada.
Misalnya, Abdul Mu'ti tidak bersuara atas pelanggaran protokol covid-19 oleh anggota DPR di Tegal yang mengadakan hajatan dangdutan, pelanggaran protokol covid-19 oleh pasangan calon Anak Presiden di Solo, pelanggaran protokol covid oleh pasangan mantu Presiden di Medan, atau sejumlah kumpul-kumpul aparat penegak hukum yang mengadakan pesta pernikahan di Jakarta, dan masih banyak lagi.
Kenapa kritikan Abdul Mu'ti diarahkan kepada Elit Agama ? Sejak kapan, ada istilah elit agama ? Bukankah publik paham, yang dimaksud Mu'ti adalah HRS ?
Sejalan dengan Abdul Mu'ti, Pemuda Muhammadiyah juga menyerang HRS. Ungkapannya lebih terbuka, tidak menggunakan kata topeng 'elit agama'.
“HRS sejak pulang dari Arab Saudi, keliahtannya semakin liar dan pernyataanya tidak terkontrol, provokatif, memunculkan konflik kalau dibiarkan,” kata Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah Razikin Juraid kepada suaranasional, Rabu (18/11/2020).
Sementara, pemuda Muhammadiyah tidak pernah bersuara atas sejumlah kebohongan, dusta dan pengkhianatan Jokowi. Padahal, seluruh rakyat dirugikan dengan kebijakan zalim yang dikeluarkan Jokowi.
Pertanyaannya, apa yang dirugikan dari HRS ? Dakwah yang tegas, terbuka, itu tuntunan agama. Bukan dakwah muka dua, menjilat, cari aman atau ingin menyelamatkan bisnis dan kerajaan amal usaha, sehingga bungkam terhadap kemaksiatan.
Tidak hanya itu, Jimly Asshiddiqie juga ikut mengkritik HRS. soalnya hanya masalah selera dakwah. Kalau tak provokasi, menjelaskan perbedaan yang tegas antara Al Haq dan Al Batil, bagaimana umat akan mengindera kebenaran ?
Rasulullah Saw dahulu berdakwah provokatif, mencela berhala yang disembah kafir Quraisy, mencela adat mereka yang rusak, mencela perniagaan mereka yang penuh tipu daya dan mengurangi timbangan, dsb. Sampai Rasulullah Saw ditawari harta, tahta dan wanita, namun beliau menolak untuk kompromi. Kemudian, beliu Saw akan dibunuh oleh kafir Quraisy.
Entah siapa lagi tokoh yang akan digunakan oleh rezim sebagai corong untuk membungkam gerakan revolusi akhlak. Yang jelas tokoh berkasus, tokoh pencari dunia, tokoh pencari aman dan selamat, tokoh yang doyan remahan sekerat tulang dunia yang tidak mengenyangkan akan terus digunakan oleh rezim untuk membungkam seruan dakwah amar makruf nahi mungkar.
Semua itu dilakukan, agar rezim bebas menzalimi rakyat. Bebas Bancakan Anggara covid tanpa kontrol, karena telah ada UU yang memberikan imunitas hukum sehingga tak dapat diperkarakan baik secara pidana, perdata hingga secara administrasi tata usaha negara.
Terus menjual bangsa ini kepada China dan Amerika, membiarkan kedua negara penjajah ini mengeruk kekayaan alam Negeri ini dan menyisakan limbah dan polusinya untuk rakyat. menyisakan kerusakan alam dan lingkungan untuk rakyat.
Terus menumpuk utang Ribawi, mengutus Menkeu keliling dunia, bukan untuk misi dakwah Islam tapi misi cari utang. Adakah hal yang seperti ini dikritik oleh Abdul Mu'ti atau Razikin Juraid ? [].
0 Komentar