DISKRIMINASI PENYIDIK POLRI TERHADAP KASUS GUS NUR


[Catatan Advokasi Terhadap Gus Nur, Melaporkan tidak di Proses, Dilaporkan Langsung Ditangkap]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum Gus Nur

Pada tanggal 5 September 2019, Sugi Nur Raharja alias Gus Nur telah melaporkan adanya dugaan tindak pidana menyebarkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA dan pencemaran nama baik melalui sarana ITE berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Laporan tersebut diterima oleh Imam Munadi, S.Sos MSi, selaku Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Namun, hingga hari ini Laporan tersebut tidak ada tindak lanjutnya. Tidak ada pemeriksaan lebih lanjut, laporan menguap begitu saja. Tidak ada proses penyidikan lebih lanjut, atas aduan yang dilakukan oleh Gus Nur.

Namun, pada tanggal 24 Oktober 2020, Gus Nur langsung dijemput paksa, ditangkap oleh 30 an penyidik Ditsiber Polri dan dilakukan pada dini hari. Gus Nur ditangkap, karena adanya laporan polisi yang mempersoalkan Gus Nur dengan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Publik tentu bertanya-tanya, adakah perbedaan UU ITE yang dijadikan dasar penyidikan Polda Jatim dan Mabes Polri ? Apakah, dalam proses hukum di tingkat penyidikan, hanya Penyidik Mabes Polri yang boleh menangkap orang dengan dugaan melanggar hukum ?

Apakah, penyidik Polda Jatim tak memiliki kewenangan untuk melakukan serangkaian pemeriksaan, dari proses penyelidikan hingga penyidikan, agar diketahui status hukum laporan yang dilakukan Gus Nur ? Apakah, KUHAP yang dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang digunakan Penyidik Polri berbeda dengan Penyidik Polda Jatim ?

Semua pertanyaan di atas, bukanlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Namun, pertanyaan yang mempersoalkan kebijakan Penyidik Polri yang diskriminatif, tebang pilih, pilih tebang, tidak imparsial.

Sebab, publik paham bahwa KUHAP itu berlaku umum ketentuannya bagi Penyidik, baik Penyidik Mabes Polri maupun Polda Jatim. Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang dijadikan dasar laporan Gus Nur juga sama dengan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang dijadikan dasar Gus Nur menjadi Terlapor dan ditangkap.

Perbedaan tindakan, sikap, bahkan kebijakan menangkap dan menahan Gus Nur, sementara laporannya di Polda Jatim diabaikan, patut menjadi dasar bagi publik untuk menyimpulkan Polri tidak adil, Polri zalim. Semestinya, dengan asas kedudukan hukum yang sama, Laporan Gus Nur wajib ditindaklanjuti.

Atau jika laporan Gus Nur tidak direspons, Gus Nur juga tidak ditangkap, atau minimal tidak ditahan. Perlakuan yang berbeda pada kasus yang sama yang dialami Gus Nur, terus terang mencederai batin masyarakat. Publik disuguhi pertunjukan di bidang hukum yang tak elok, tak patut, tak semestinya dilakukan, karena tindakan yang demikian jelas zalim.

Semestinya, kalaupun Gus Nur harus berhadapan dengan hukum, penyidik memberikan penangguhan penahanan. Sebab, pihak yang dilaporkan Gus Nur pada faktanya juga tidak ditangkap, atau ditahan.

Gus Nur siap menghadapi segala tudingan di pengadilan. Namun, tindakan penahanan -padahal telah diajukan permohonan penangguhan dengan jaminan- adalah tindakan diskriminatif, zalim, menyakiti hati publik.

Gus Nur belum divonis, tapi Gus Nur dipaksa berada dalam tahanan, dengan resiko terserang penyakit hingga resiko terinfeksi Covid-19. Kasus Gus Nur ini, sebenarnya dapat menjadi cermin penegakan hukum di negeri ini, dimana hukum hanya tajam kepada pengkritik rezim.

Adapun gerombolan penista agama, geng Abu Janda, Ade Armando, Deni Siregar dkk, tetap aman. Karena mereka, berpihak kepada rezim.

Sudah semestinya Polri bersikap adil, tidak diskriminatif. Jangan melanjutkan kezaliman terhadap Gus Nur. Memberi penanguhan terhadap Gus Nur, adalah cara untuk memberikan argumentasi bahwa Polri masih bisa adil dan tidak diskriminatif. [].

Posting Komentar

0 Komentar