Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Ada seloroh yang disampaikan Bang Hatta Taliwang dalam GWA Peduli Negara 3, yang ikut 'nyenggol' ke penulis. Menurutnya, seluruh artikel yang digubah Bang Zulkifli S Ekomei ujungnya pasti kembali ke UUD 45 asli. Sementara Penulis, apapun problemnya baik ekonomi, politik, hukum, isu kedaulatan, isu penjajahan kapitalisme global, dll, ujungnya pasti Khilafah.
Sampai seloroh (boleh juga dibaca : ledekan) Bang Hatta Taliwang mengatakan apapun makanannya minumannya UUD Palsu. Kalau penulis, apapun makannanya, minumannya khilafah. Sepertinya, berdua ini tidak bisa damai. Hahaha.
Padahal, masih menurut Bang Hatta Taliwang Tuhannya sama-sama satu. Sama-sama cinta kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan senang musyawarah. Nilai-nilai prinsip sama. DAMAI ITU INDAH. Begitu, ungkapnya.
Soal damai, itu memang indah. Perbedaan pendapat itu juga indah, sebab dengan banyaknya pendapat hidup jadi lebih banyak pilihan variasi. Kalau beda pendapatan, itu yang kadang bisa terjadi kudeta hati, jika tak mampu menginsyafi bahwa rezeki itu Allah SWT yang atur.
Karenanya, meski berbeda pendapat, penulis tetap damai. Tak pernah penulis mendatangi rumah Bang Zul, atau menurunkan spanduk balihonya bang Zul yang ingin kembali ke UUD 45 asli. Sebab, jika hal itu penulis lakukan, sungguh itu merupakan kedudungan yang nyata.
Soal kenapa harus Khilafah? Kenapa semua problem ujungnya selalu Khilafah? Kenapa Penulis tak bosen nulis Khilafah, nah ini yang ingin penulis bagi rahasianya.
Begini,
Alam semesta, manusia dan kehidupan itu diciptakan oleh Allah SWT. Semuanya, tunduk pada hukum Allah SWT, sang pencipta alam semesta.
Hukum alam semesta, seperti matahari beredar sesuai ketentuan, planet mengelilingi matahari, bintang teratur dan tak bertabrakan, adanya gugus bintang yang teratur, semuanya tunduk pada aturan Allah SWT. Mahkluk Allah SWT bernama alam semesta ini, tidak pernah melanggar ketentuan Allah SWT.
Hukum kehidupan, baik kehidupan di darat maupun dilautan, hukum atas hewan, tumbuhan, dan seluruh kehidupan yang ada pada alam semesta, semuanya juga tunduk pada aturan Allah SWT. Mahkluk Allah SWT bernama kehidupan ini, tidak pernah melanggar ketentuan Allah SWT.
Adapun manusia, juga makhluk Allah SWT dimana Allah SWT telah tetapkan aturan khusus bagi manusia, yakni syariah Islam. Manusia harus taat kepada Allah SWT, manusia diperintahkan beriman kepada Allah SWT dan menjadikan syariah Islam sebagai pedoman hidup, aturan hidup, UU hidup, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai orang yang beriman, tentu harus taat kepada Allah SWT secara totalitas. Namun, ada penghalang untuk taat secara total jika umat Islam tak memiliki institusi Khilafah.
Contoh, sholat itu wajib. Yang meninggalkannya wajib disanksi. Siapa yang memberikan sanksi bagi pelanggar sholat? Apa Muhammadiyah? NU? MUI? Jawabnya, Khilafah. Karena hanya Khilafah yang berwenang memberikan sanksi Ta'jier.
Zina diharamkan, hukumannya bagi yang telah menikah dirajam sampai mati. Siapa yang memberikan sanksi Rajam bagi Pezina? Apa Muhammadiyah? NU? MUI? Jawabnya, Khilafah. Karena hanya Khilafah yang berwenang memberikan sanksi Hudud.
Sumber daya alam berupa tambang haram dikuasai swasta, bahkan asing. Padahal, dalam Islam tambang dengan deposit melimpah itu hak bersama umat, milik umum. Lalu, siapa yang bisa mengambil alih tambang dari swasta, asing dan aseng. Siapa yang bisa mengambil alih Freeport, Conoco, Newmont, Toba Energi, Bumi Resources, dll. Apa Muhammadiyah? NU? MUI? Jawabnya, Khilafah. Karena hanya Khilafah yang berwenang mengelola tambang sebagai wakil dari umat.
Begitulah, semua memang harus dengan Khilafah. Karena aturan Allah SWT yang maha sempurna itu tak akan bisa diterapkan tanpa Khilafah.
Dan bagi Penulis, berjuang menegakkan Khilafah bukan semata atas motivasi dimensi dunia, tetapi juga akhirat. Sebab, di akhirat kelak Allah SWT akan mengadili manusia dengan standar syariat, yang bersumber dari Al Qur'an dan as Sunnah. Karena itulah, biarkan penulis "ngotot" dengan Khilafah dan penulis berjanji akan damai menyampaikan Khilafah. penulis tidak akan jatuh pada kedudungan yang nyata, sampai harus menggunakan kekerasan untuk memaksakan pendapat dan pandangan.
Jadi, syariah ya khilafah. Tidak bisa dipisahkan. Seperti dua sisi dari mata uang. [].
0 Komentar