Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
"Aqidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut struktur dan urusan negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus merupakan asas Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan yang bersumber dari syariat Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari aqidah Islam."
[Pasal 1, RUUD Khilafah]
Dalam ketentuan pasal 12 Rancangan Undang-undang Khilafah (RUUD) disebutkan :
"Al Quran, As Sunnah, Ijma Shahabat dan Qiyas merupakan sumber hukum yang diakui oleh syara."
Pasal ini merupakan rujukan adopsi hukum dan perundangan, yang merupakan konsekuensi ketentuan pasal 1 RUUD Khilafah yang menegaskan bahwa : Aqidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut struktur dan urusan negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus merupakan asas Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan yang bersumber dari syariat Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari aqidah Islam.
Karena itu, konstitusi atau UUD Negara Khilafah bukanlah konstitusi yang diambil dari Ground Norm yang berasal dari Rakyat, bukan pula Norma yang diambil dari perdebatan parlemen, melainkan norma yang diadopsi dari akidah Islam.
Akidah Islam menegaskan tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Saw adalah utusan Allah SWT. Al Qur'an merupakan Wahyu, Kalamullah. Sementara Al hadits berkedudukan sebagai Wahyu yang diwahyukan.
Adapun Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i adalah dua sumber hukum derivatif yang diadopsi dari Al Qur'an dan As Sunnah. Empat sumber hukum primer inilah, yakni Al Qur'an, As Sunnah, Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i akan menjadi sumber hukum utama Daulah Khilafah. Dalam konteks tersebut, sesungguhnya Konstitusi adalah hukum yang diadopsi dari ayat suci. Hanya saja karena kedudukan Al Hadits juga Wahyu, konteks yang lebih tepat adalah Konstitusi diadopsi dari Wahyu ilahi.
Dengan pemberlakuan pasal 1 Jo pasal 12 RUUD Khilafah, maka seluruh hukum yang tercantum dalam Al Qur'an dan As Sunnah mengikat sebagai hukum dan UU Negara. Tidak dibutuhkan adopsi hukum khusus baik berupa UU Hukum Pidana atau Perdata, untuk memberlakukan isi hukum Al Qur'an dan as Sunnah.
Seseorang yang berzina akan dirajam, karena Al Qur'an memerintahkan hal itu. Seseorang yang mencuri akan dipotong tangannya, karena Al Qur'an memerintahkan hal itu.
Korporasi asing dan aseng, seperti PT Freeport, PT Toba Energi, PT Conoco, Philips, PT Bumi Resource, dll, wajib menyerahkan kembali seluruh tambang yang dikelola pada Khilafah dengan ridlo atau dengan paksaan, karena as Sunnah memberikan wewenang hanya kepada Negara untuk mengelola tambang dengan deposit melimpah karena terkategori Al Milkiyatul Ammah (barang milik umum).
Mata uang langsung dikonversi ke sistem emas dan perak, karena as Sunnah perintahkan hal itu. Setiap orang yang miskin, tak bisa menanggung nafkah, tak pula ada yang menanggung nafkahnya, menjadi kewajiban Negara untuk menyantuni dan menanggung nafkahnya, karena as Sunnah perintahkan hal itu.
Karena itu, semua perintah dan larangan yang terdapat dalam Al Qur'an dan Al hadits, demi hukum menjadi UU Negara. Selanjutnya, negara menegakkan hukum Islam berdasarkan norma yang terdapat dalam Al Qur'an dan as Sunnah.
Untuk perkara rincian, doktrin mahzab Islam seperti mahzab Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi, menjadi rujukan penting bagi Negara untuk mengadopsi hukum dan perundangan, termasuk menetapkan keputusan pada kasus tertentu. Segala hal yang bersifat ijtihadiyah diserahkan kepada Khalifah, dan Khalifah boleh mengadopsi doktrin mahzab tertentu yang dipandang paling rajih pendapatnya.
Itulah, sekelumit penerapan hukum Islam dalam daulah Khilafah. Ayat suci merupakan sumber sekaligus ruh konstitusi daulah Khilafah. [].
0 Komentar