TANGGAPAN UNTUK BANG HATTA TALIWANG


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Bismillah,
Penulis berbahagia, pikiran dan pendapat tentang Khilafah yang penulis tulis mendapat respons publik. Terlepas pro dan kontra, itu biasa. Justru, kekuatan pemikiran itu terletak pada daya magnetnya yang mampu membentuk 'Episentrum' dan 'Poros Orbit' dari adanya respons pemikiran baik yang pro maupun kontra.

Di dunia ini, nyaris tak ada satupun pemikiran yang disepakati, khususnya jika itu terkait ideologi. Setiap pemikiran, memiliki penganut dan pengembannya masing-masing.

Forum dialog dan diskusi, sangat dibutuhkan untuk mempertemukan sejumlah pemikiran, meski tidak harus berujung kesepakatan. Ada pameo yang Mashur saat penulis kuliah dulu, dalam berbagai forum diskusi seringkali akhir dari simpulan diskusi adalah : Kita Bersepakat atas Ketidaksepakatan.
Namun yang penting, melalui diskusi kita bisa saling memahami banyaknya pemikiran, perbedaan dan alasan perbedaan. Tak jarang juga, melalui diskusi kita mengoreksi pendapat pribadi dan akhirnya membenarkan argumentasi yang disampaikan mitra diskusi. Sebab, diluar konteks argumentasi, sejatinya tujuan diadakannya diskusi adalah untuk mencari kebenaran.

Secara khusus, penulis merasa terhormat ada tokoh sekelas Bang Hatta Taliwang secara khusus mengomentari pandangan penulis. Padahal, diukur dari parameter apapun, baik dari intelektualitas, usia, pengalaman, pengorbanan untuk perjuangan, penulis 'tidak ada apa-apanya' dibandingkan Bang Hatta Taliwang.

Dalam sebuah forum GWA, secara khusus Bang Hatta Taliwang mengemukakan sejumlah muskilah yang memang perlu diberi jawaban. Sekali lagi, terlepas jawabannya memuaskan atau tidak, disepakati atau tidak, dibenarkan atau tidak.

Namun, penulis berupaya menghadirkan argumentasi atas sejumlah jawaban yang penulis ungkap. Sebab, Ruh dari pendapat itu argumentasi, baik argumentasi syar'i, aqli, logika, atau fakta kesejarahan.
Baiklah, kita mulai...

1. Dalam konteks Indonesia yang sangat heterogen ini, Apakah Muhammadiyah dan NU sbg representasi mayoritas Islam terbesar akan terima dan tunduk begitu saja tentang konsep khilafah di Indonesia ?

Untuk menjawabnya, harus pula dijelaskan kedudukan Ormas Islam, Mahzab Islam dan berbagai aliran fiqh dalam Islam didalam Daulah Khilafah.

Dalam daulah Khilafah, konstitusi yang dirancang tidak dibuat atau tidak akan mengadopsi mahzab fiqh tertentu. Khilafah adalah Negara bagi segenap umat Islam, Negara bagi seluruh mahzab Islam, Negara bagi seluruh jamaah dakwah Islam, bahkan Negara bagi segenap rakyat, karena warga negara Khilafah bukan hanya yang beragama Islam tetapi juga non muslim (Ahludz Dzimah) yang tunduk dan terikat dengan konstitusi Khilafah.

Semua aliran Mahzab Islam baik Maliki, Syafi'i, Hanafi maupun Hambali, diperkenankan untuk terus eksis dan membangun kerangka mahzabnya, termasuk mengembangkan dan mengajarkan pemikiran Islam berdasarkan ijtihad mahzabnya.

Semua organisasi atau Jamaah Islam baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, DDII, dan berbagai gerakan atau kelompok Islam lainnya mendapat jaminan aktivitas dakwah dari Negara, bahkan menjadi mitra penting Daulah Khilafah. Mengingat, aktivitas dakwah adalah aktivitas penting yang bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Negara, tetapi juga menjadi tugas dan tanggungjawab individu dan Jamaah.

Pandangan NU dan Muhammadiyah, serta ormas lainnya, akan diperhatikan oleh Khilafah dikarenakan dua pertimbangan penting :

Pertama, pandangan dan pemikiran NU dan Muhammadiyah serta ormas lainnya, merupakan representasi dari aspirasi Umat. Sementara untuk urusan pelayanan dan Riayah kepada rakyat, Khilafah wajib mendengar aspirasi dan masukan rakyat, baik secara langsung maupun melalui representasinya.

Kedua, pandangan dan pemikiran NU dan Muhammadiyah serta ormas lainnya, jika disandarkan kepada dalil adalah pandangan syar'i yang mengikat bagi Khilafah, sebab kedaulatan didalam Negara Khilafah bukan terletak pada Khalifah maupun umat, melainkan terletak pada syariat.

Adapun kelompok politik seperti PDIP, sudah barang tentu tidak diperkenankan eksis di Negara Khilafah. Karena PDIP, tidak berasaskan pada Islam dan bukan berorientasi pada Islam.

Jika ingin eksis, PDIP wajib merubah asas dan orientasi politiknya. Juga merubah namanya.

Daulah Khilafah, mewajibkan seluruh jamaah dan kelompok politik (partai) berasaskan Islam. Didalam Daulah Khilafah, tidak diperkenankan seruan selain pada Islam, baik sosialisme, komunisme, kapitalisme, demokrasi maupun sekulerisme.

2. Apakah minoritas Indonesia( Kristen,Katholik, Hindu, Budha, Kejawen, Khong Hu Chu, dan Keturunan Tionghoa) akan nurut begitu saja atas "kudeta" Khilafah di Indonesia. Padahal mereka itu adalah "real mayoritas" dalam konteks finansial dan aset2 lainnya? 4 konglomerat = 100 juta rakyat biasa yg mayoritas Islam kekayaannya.

Coba cek apakah tanah Kalimantan dan tanah Papua milik umat Islam? Juga seluruh pesisir Sumatera dan Jawa apakah milik umat Islam? Juga Sulawesi, Bali dan NTT. Bicaralah diatas realitas. Jangan bicara dg semangat doang !

Jawabannya, demikian. Pertama, memang tak boleh berjuang atas dasar semangat an sich. Tapi perjuangan, wajib didasari pada semangat dan keyakinan akan kemenangan Islam. Bagi siapapun yang tak yakin Islam akan menang, lebih baik keluar dari medan perjuangan.

Kedua, semangat ini harus dibimbing pemikiran, dan pemikiran ini harus sahih. Pemikiran yang sahih harus merujuk pada dalil, baik Al Qur'an dan as Sunnah atau yang ditunjuk oleh keduanya berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i.

Ada kekeliruan pandangan, yang menganggap Khilafah hanya kompatibel diterapkan pada negeri yang homogen. Faktanya, Indonesia sangat heterogen baik dari sisi suku, budaya, adat istiadat, hingga agama.

Untuk meluruskan kekeliruan ini, perlu dipahami beberapa hal :

Pertama, tidak ada satupun wilayah di dunia ini yang homogen. Bahkan Allah SWT telah meniscayakan adanya heterogenitas melalui ayat-Nya yang menerangkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia bersuku suku dan berbangsa bangsa.

Kedua, fakta kekuasaan yang didirikan Rasulullah Saw di Madinah tegak di atas masyarakat yang heterogen. Madinah, terdiri dari banyak suku dan didiami tiga agama (Islam, Nasrani dan Yahudi) dan kaum musyrikin (Majusi dan penyembah berhala).

Islam telah mengatur hubungan antara negara dan rakyat, termasuk kepada ahludz dzimah, yakni warga negara daulah Islam yang beragama non muslim. Mereka dibiarkan dengan akidahnya, mereka diwajibkan tunduk pada hukum publik yang diadopsi Daulah Islam.

Sementara untuk urusan ibadah, makanan, pakaian, pernikahan, para ahludz dzimah diberikan kebebasan mengatur sesuai agama dan keyakinannya.

Adapun tentang adanya gurita kaum kapitalis dari non-muslim, sederhana saja. Pertama, mereka dipahamkan Islam, syukur mereka mau memeluk Islam dan menjadi penopang peradaban Khilafah. Jika tidak mau, mereka dijelaskan hak dan kewajiban sebagai warga negara Khilafah. Jika menolak dan mereka menghalangi dakwah Islam, itulah tantangan dakwah. Dakwah itu terasa hambar, jika tidak ada tantangan.

3. Indonesia yg kaya Sumber Daya ALAM ini adalah " kebun kesayangan" yg diperebutkan oleh kuasa dunia ( AS, China, Jepang, Yahudi dll) yang pasti tak rela Indonesia masuk dalam genggaman Khilafah. Mereka dengan segala kemampuannya mampu berbuat apa saja. Soekarno yg ultra nasionalis saja dg pendukung yg fanatik jutaan cuma sekali piting langsung terpuruk jatuh !

Jawabannya, ya biasa saja. Itu tantangan dakwah, sebagaimana Rasulullah Saw menegakkan daulah Islam di Madinah ditengah ancaman dua imperium besar, Rumawi dan Persia. Toh dua imperium ini tak mampu menggagalkan penegakan daulah Islam yang didirikan Rasulullah Saw.

Bahkan, pada era kekhilafahan Islam wilayah Rumawi dan Persia, menjadi bagian dari wilayah Khilafah. Era itu juga akan berulang.

Kelak, daerah jajahan Amerika dan China, berupa negeri kaum muslimin dibawah cengkeraman Amerika dan China, akan menyatu (unifikasi) menjadi Daulah Khilafah dibawah kepemimpinan seorang Khalifah. Saat itu, Amerika dan China akan gigit jari.

Jadi perlu keyakinan, bahwa Allah SWT lebih hebat dari Amerika dan China. Soal khilafah ini, jika sudah waktunya, mudah bagi Allah SWT merealisasikan janji-Nya.

4. Mungkin negeri seperti Pakistan bisa terapkan khilafah , karena satu daratan, relatif homogen secara agama dan ras.

Jawabnya, setuju dan sependapat. Namun karena tidak ada dalil yang secara limitatif khilafah tegak dimana, maka seluruh kaum muslimin wajib berlomba-lomba untuk merealisasikannya. Jika Khilafah bermula dari Pakistan, Alhamdulillah. Jika tegak di negeri ini, wa Syukurilah. Keduanya, baik dan membahagiakan.

5. Saya masih percaya Pancasila sdh pas dlm konteks Indonesia. Tinggal kita perbaiki ketatanegaraannya dg menggunakan konsep dasar UUD45 18 Agustus 1945 yg di Dekritkan tgl 5 Juli 1959.

Jawabnya : penulis berbeda pendapat. Penulis tidak yakin pada Pancasila, penulis yakin pada Al Qur'an yang mengabarkan kembalinya kekhilafan Islam. Serta kabar dari hadits Rasulullah Saw tentang kembalinya Khilafah ala minhajin nubuwah.

Terkait Soekarno, dia tokoh dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Soekarno bukan Nabi, namun sayang ada pengagumnya seperti Sukmawati sampai menganggap Soekarno lebih hebat dan berjasa ketimbang Rasulullah Saw.

Adapun dari sisi keteladanan, penulis mengambil kebajikan dari siapapun baik tokoh di negeri ini seperti Buya Hamka, Kasman Singodimedjo, Hatta, Kartosoewirjo, Agus Salim, KH Hasyim Asy'ari, HOS Cokroaminoto, dll.

Namun, penulis juga terinspirasi oleh ketokohan Syeh Taqiyuddin an Nabhani, Hasan Al Banna, Sayyid Qutub, Syekh Ahmad Yasin, Muhammad Al Fatih, Sholahuddin Al Ayyubi, dll.

Semua yang berjuang untuk Islam dan menorehkan legacy perjuangan, layak dijadikan teladan. Terlepas, mereka adalah bangsa Arab maupun non Arab. Kita tidak terikat dengan bangsanya, tetapi terikat dengan akidahnya.

Semoga, sekelumit tulisan ini bisa diterima sebagai argumentasi meski tak harus disepakati. Yang jelas, penulis tegaskan dalam setiap aktivitas dakwah penulis, tidak pernah terinspirasi oleh Aidit, Muso, Karl Marx, Frederick Engels, Mao, Stalin, Lenin atau tokoh komunis lainnya. Penulis hanya mengambil Islam dan meneladani para tokoh Islam terdahulu. [].

Posting Komentar

0 Komentar