Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Immanuel Macron menjijikkan, karena membela aktivitas penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW. Macron juga menjijikkan, karena telah mengumbar tudingan terhadap umat Islam sebagai kelompok separatis dan terbelakang.
Namun, secara logika sifat menjijikkannya Macron masih bisa dipahami. Macron adalah Orang Kafir dari sebuah negeri kufur Perancis. Macron, berbicara mewakili Negara dan rakyatnya yang memang membenci Islam dan kaum muslimin.
Bagaimana dengan Jokowi ?
Jokowi adalah Presiden dari negeri muslim terbesar di dunia. Jokowi adalah presiden, yang mayoritas penduduknya begitu memuliakan sosok Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Di Bulan Rabiul Awal, bulan Maulid Nabi Muhammad SAW, seluruh umat Islam di negeri ini merayakan kelahiran sang Nabi. Melantunkan pujian dan Sholawat terhadap Nabi Muhammad SAW.
Seluruh rakyat di negeri ini marah terhadap Macron, marah terhadap Perancis, marah terhadap penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Tapi kenapa Jokowi bungkam ? Kenapa tak ada satu patah kata pun kecaman, setidaknya hingga hari ini hari ke-6 pasca insiden penghinaan Macron ?
Kenapa, setelah banyak pihak meminta Jokowi bicara, tetapi Jokowi masih santuy ? Apakah, suasana kebatinan Jokowi tak mampu merasakan apa yang dirasakan oleh batin mayoritas umat Islam di negeri ini ? Apakah, Jokowi justru memiliki sikap batin yang sama dengan Macron ? Atau setidaknya, Jokowi ridlo dengan sikap Perancis ?
Entahlah, yang jelas dalam Islam sikap diam terhadap kezaliman itu berarti meridloi kezaliman. Sikap diam terhadap pelecehan Rasulullah Muhammad SAW, bisa diartikan ridlo terhadap hal itu.
Jika ini yang terjadi, maka Jokowi lebih menjijikkan ketimbang Macron. Jokowi adalah seorang muslim, pemimpin negeri dengan mayoritas penduduk muslim. Tak layak, Jokowi mengambil sikap bungkam dalam perkara ini.
Sungguh miris sekali umat Islam di negeri ini, memiliki pemimpin tapi tak mampu mewakili sikap batin dan perasaan rakyat. Saat rakyat marah, pemimpin hanya diam membungkam. Saat rakyat ingin pemimpin bertindak, memutus hubungan diplomatik, mengecam pun tidak dilakukan oleh Jokowi.
Rakyatnya demo, menuntut keadilan untuk sang Nabi, pemimpinnya masih saja diam. Seperti sudah putus, ikatan antara pemimpin dan rakyatnya. Rakyat berjalan sendiri, tanpa dukungan pemimpinnya.
Jika itu tudingan terhadap umat Islam, seperti saat penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo beberapa tahun yang lalu (2015), Jokowi langsung sigap mengecamnya. Tanpa protokoler resmi negara, melalui akun Twitter nya Jokowi langsung mengeluarkan kecaman.
Giliran Rasulullah SAW yang dihina, tak ada satupun Twit Jokowi yang mengecam Macron. Padahal, untuk men-tweet Jokowi cukup menggerakkan jemarinya. Entahlah, saya merasa gelap. [].
0 Komentar