DUGAAN PENYEBARAN VIDEO GUS NUR DALAM SEL TAHANAN OLEH PENYIDIK POLRI, TIDAK PROFESIONAL, KOLOKAN DAN MERUNTUHKAN WIBAWA PENEGAK HUKUM DIMATA MASYARAKAT


Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Di jejaring sosial media, beredar viral video Gus Nur dengan seragam tahanan, dimasukkan ke ruang sel tahanan. Terlihat, ada satu petugas Polri dan dua pria berpakaian biasa, dengan rambut kuncir dan bermasker, diduga dua pria ini adalah penyidik Ditsiber Bareskrim Polri.

Dalam konteks kewenangan, saat ini Gus Nur berstatus Tersangka dibawah kewenangan Penyidik Ditsiber Polri. Apakah video tersebut sengaja dibuat oleh Penyidik Polri, yang jelas video tersebut tak mungkin ada tanpa persetujuan dan sepengetahuan penyidik Polri.

Dalam konteks penegakkan hukum, beredarnya video tersebut jelas melanggar asas praduga tak bersalah. Wewenang menahan memang ada pada penyidik, tetapi tak ada satupun klausul pasal didalam KUHAP atau merujuk UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk membuat dan mengedarkan video Tersangka di dalam tahanan.

Boleh jadi video dibuat dengan motif pesanan rezim, agar segenap rakyat Indonesia jangan melawan rezim jika tidak ingin bernasib sama seperti Gus Nur, berakhir di bui. Siapapun yang berani mengkritik rezim, melawan penguasa, menghina penguasa, akan di 'Gus Nur Kan'.

Publik tidak melihat peristiwa penangkapan dan penahanan terhadap Gus Nur sebagai prestasi penegakan hukum, justru sebaliknya. Penangkapan dan penahanan Gus Nur, justru memperlihatkan sikap arogan penyidik Polri, penegakan hukum yang tebang pilih, dan sikap yang tidak menghormati asas praduga tak bersalah.

Dalam kasus kriminalisasi terhadap Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana dkk, pesan rezim agar segenap rakyat tak mengkritik rezim dilakukan dengan press conference, memamerkan tersangka berikut borgolnya. Adapun dalam kasus kriminalisasi terhadap Gus Nur pesan agar tak melawan rezim dilakukan dengan modus operandi berbeda. Ya, dibuatlah video Gus Nur dimasukan sel tahanan dan diedarkan kepada publik. ingat ! Video itu dibuat dituang tahanan, lengkap dengan petugasnya. Jadi, video itu tak mungkin dibuat dan beredar tanpa kendali, izin dan persetujuan penyidik Polri.

Ada kekeliruan akut yang dialami rezim, jika menganggap rakyat akan ketakutan setelah para aktivis dan ulama dikriminalisasi. Rakyat khususnya umat Islam, tak melihat hambatan dan rintangan dakwah, akan mengendurkan semangat untuk tetap istiqamah menjalankan kewajiban dakwah, menyeru kepada yang Mar'uf dan mencegah dari yang mungkar.

Dalam kasus kriminalisasi terhadap ulama dan para aktivis, terlihat secara kasat mata institusi Polri sedang menjalankan agenda kekuasaan, yang bertujuan melindungi rezim dari kritikan rakyat, berdalih menjalankan fungsi dan tugas menegakan hukum. Kesimpulan ini bisa diperoleh dari beberapa fakta, sebagai berikut :

Pertama, Polri tak bersikap mengayomi seluruh masyarakat dan melayani sekaligus menindaklanjuti laporan atau aduan masyarakat. Polri terlihat sigap, gercap (gerak cepat) jika pelaporan berasal dari kubu rezim dan yang dilaporkan adalah ulama atau aktivis yang kontra rezim.

Dalam kasus Gus Nur ini misalnya, hanya butuh waktu selang 2 (dua) hari sejak laporan diterima, Polri langsung melakukan penangkapan, pemeriksaan dan sekaligus penahanan. Bahkan, prosesi penahanan Gus Nur didalam sel dipertontonkan kepada Publik.

Adapun laporan para santri Garut, yang melaporkan Deni Siregar, jangankan ditangkap dan ditahan, diperiksa pun tidak. Bahkan, polisi seperti tak berdaya, mengungkap telah melayangkan undangan klarifikasi kepada Deni Siregar tetapi belum dipenuhi. Tak ada upaya paksa terhadap Deni Siregar, meskipun seluruh pelapor telah diperiksa oleh polisi.

Perlakuan yang sama, juga diterapkan pada kasus Ade Armando, Abu Janda, Sukmawati, dan Muafiq. Mereka tidak pernah diperiksa, berbeda dengan Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana yang langsung ditangkap dan ditahan.

Kedua, Polri mengadopsi cara-cara yang tidak diatur dalam KUHAP dan berpotensi dijadikan alat propaganda rezim, khususnya untuk menyampaikan pesan agar segenap rakyat tidak mengkritisi rezim. Memamerkan Tersangka dalam keadaan di borgol, membiarkan adanya video tersangka masuk Tahanan padahal Tersangka ada dalam kendali kepolisian, mengkonfirmasi satu keadaan dimana Polri tidak sedang menjalankan aktivitas penegakan hukum tetapi seperti sedang menjalankan agenda propaganda penguasa.

Ketiga, Polri mengedepankan sikap arogan dengan tetap melakukan sejumlah tindakan yang tak adil, ditengah kritikan publik yang mengalir deras. Adalah sangat wajar, jika tokoh sekelas Rizal Ramli pun berang, mengajukan protes kepada Mahfud MD selaku Menkopolhukam dan Moeldoko selaku Ka Staf Kepresidenan dalam forum ILC.

Protes Rizal Ramli ini dapat dipahami sebagai bentuk kumulasi kegeraman publik pada model penegakan hukum yang diadopsi institusi Polri. Polri seperti sedang menjalankan asas penegakan hukum yang 'Suka-Suka'.

Dalam kasus kebakaran Kantor Kejaksaan Agung misalnya, awalnya disebut sengaja dibakar, berubah tak sengaja terbakar, hingga membuat alasan kebakaran karena rokok. Benar-benar sulit diterima nalar publik.

Pada kasus Joko Tjandra, Polri juga memamerkan betapa Tersangka yang berstatus Jenderal Polri tak dapat diperlakukan secara sama dihadapan hukum. Apa yang dialami Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, tak mungkin dialami oleh Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Bahkan, kedua petinggi Polri ini mendapat jamuan makan istimewa saat menjalani pemeriksaan di Kejari Jakarta Selatan.

Dari paparan di atas, sulit untuk menyebut institusi Polri sebagai lembaga yang Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter). Cara-cara penegakan hukum yang diadopsi Polri justru mengkonfirmasi Polri tak profesional, masih kolokan dan sulit mendapatkan kepercayaan masyarakat. Semoga, tulisan ini dapat menjadi bahan koreksi institusi Polri dan dapat segera mengevaluasi seluruh tindakan yang zalim terhadap rakyat. [].

Posting Komentar

0 Komentar