BERSYARIAT ITU HARUS DENGAN KHILAFAH, BUKAN DENGAN KERAJAAN ATAU REPUBLIK


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Soal kewajiban syariat, umat ini sudah mafhum. Sebab dakwah tentang pentingnya syariat, telah lama bergulir di negeri ini. Tak ada perbedaan pandangan, bahwa syariat Islam wajib diterapkan.

Adapun tentang Khilafah, masih ada yang menganggap penerapan syariat tak harus dengan Khilafah. Adapula yang berdalih, Rasulullah tidak mendirikan Khilafah.

Bagi kelompok pertama, yang menganggap penegakkan syariat Islam tak wajib dengan Khilafah, mencoba mengimplementasikan syariat Islam melalui sistem kerajaan maupun Republik. Apa yang dilakukan kerajaan Arab Saudi maupun Yordania, juga apa yang diterapkan oleh Republik Iran maupun Turki, dianggap contoh ideal penerapan syariat dalam bingkai Kerajaan dan Republik. Padahal, dua sistem ini yakni kerajaan maupun Republik faktanya tidak kompatibel dengan Islam.

Benar bahwa Republik dapat dijadikan sarana untuk menerapkan syariat Islam. Namun, syariat Islam di verifikasi berdasarkan standar UU rakyat. Akibatnya, banyak syariat Islam terbengkalai karena tidak di izinkan oleh UU rakyat.

Sebaliknya, syariat Islam yang diterapkan melalui sistem Kerajaan, tak bisa diterapkan secara kaffah. Karena syariat Islam harus diverifikasi dengan standar UU Raja. Jika Raja berkehendak, syariat diterapkan. Jika tidak, syariat Islam ditanggalkan.

Praktik syariat Islam di Kerajaan Arab Saudi misalnya, menjadi bukti bahwa syariat Islam tak bisa diterapkan secara kaffah karena harus mendapat persetujuan Raja. Semua tambang minyak di Arab Saudi yang semestinya menjadi harta milik Umat, dikuasai oleh Raja dan keluarga kerajaan.

Di mayoritas negara Republik, syariat Islam hanya diperkenankan dalam domain hukum privat yang terbatas. Sementara hukum publik nya, terikat dengan UU rakyat, hukum sekuler warisan penjajah.

Di negeri ini misalnya, sejak merdeka hukum pidana yang digunakan hukum warisan penjajah Belanda. Zina, miras dan riba legal, karena UU rakyat memiliki kedudukan superior diatas UU Al Qur'an.

Adapun yang berdalih Rasulullah Saw tidak menerapkan Khilafah jelas berangkat dari kebodohan yang akut. Sebab Khilafah adalah sistem pengganti, penerus, kekuasaan Islam yakni daulah Islam yang diwariskan Rasulullah Saw di Madinah. Khilafah meneruskan kekuasaan Islam untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban misi dakwah Islam ke seluruh penjuru alam.

Khilafah dipraktikkan oleh para sahabat Ridwanullahu Ajmain. Para sahabat ini paling paham syariat, karenanya pasca Rasulullah Saw mangkat, para sahabat tidak mendirikan Kerajaan atau Republik. Tetapi mereka melanjutkan kekuasaan yang dibangun Rasulullah Saw dengan membaiat Abu Bakar RA sebagai Khalifah, pemimpin kekhilafahan Islam pertama.

Semua kesemrawutan berfikir ini adalah hasil dari serangan pemikiran barat dan jauhnya benak umat Islam dari realitas pemikiran tentang Khilafah. Sejak Khilafah diruntuhkan tahun 1924, umat Islam dicekoki dengan sistem politik Demokrasi dan dijauhkan dari Khilafah.

Di negeri ini sistem Khilafah mulai diperbincangkan dan menjadi objek diskusi, setelah HTI mendakwahkannya. Andai tidak ada HTI yang mendakwahkan Khilafah, niscaya Khilafah masih tetap terkunci sebagai perbendaharaan ilmu dalam berbagai kitab para ulama klasik. khilafah hanya diceritakan bak dongeng bawang putih dan bawang merah.

Namun hari ini, Khilafah menjadi perbincangan hangat baik yang pro maupun kontra. Dan hal itu, membuka dialektika pemikiran yang pada akhirnya umat akan memahami secara utuh apa itu Khilafah.

Kegagalan kapitalisme global memimpin peradaban manusia, menjadi sebab alamiah umat ini mencari alternatif sistem. Dan Khilafah, hadir sebagai jawabannya. [].

Posting Komentar

0 Komentar