ANALISIS UP DATE PERTARUNGAN POLITIK UU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Tulisan ini bukan simpulan akhir, tapi hanya 'up date' perkembangan politik situasi 'pertarungan' antara rezim ngotot UU Omnibus Law Cipta Kerja dan Rakyat yang menolaknya. Bahkan, bukan sekedar menolak tetapi menuntut presiden menerbitkan Perppu Pencabutan UU Cipta Kerja.

Pada sesi pertarungan narasi, saya memberikan penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada kawan-kawan mahasiswa, aktivis buruh, serikat pekerja, adik-adiku di STM, serta segenap komponen rakyat yang tetap teguh di parit-parit perjuangan, menolak narasi membawa perkara ke MK, meskipun sejumlah Gugatan (Permohonan) semu didaftarkan ke MK.

Kenapa saya sebut Permohonan ke MK sebagai permohonan semu ?

Pertama, Permohonan ke MK itu tidak atau bukan dilakukan oleh elemen pergerakan buruh mainstream yang memiliki basis dan akar pergerakan yang kuat. Gugatan hanya dilakukannya oleh sejumlah individu, yang boleh jadi adalah kepanjangan tangan rezim, untuk memasarkan narasi membawa perkara ke MK.

Kedua, Permohonan diajukan sebelum UU diberi nomor dan tercatat di lembaran negara. Jelas, ini gugatan semu, main-main, dan pasti gugur. Opsinya, gugatan harus didaftarkan ulang atau setidaknya direvisi, karena permohonan yudisial review di MK cacat prosedur.

Lah, mau menguji UU nomor berapa ? Masak bunyi permohonan, perihal : Permohonan Menguji UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan DPR dan naskahnya sedang dibaca Presiden terhadap UUD 1945. Hehe, apa permohonan seperti ini akan diproses di MK ? Pasti tidak.

Jadi, semua permohonan yudisial review ke MK sebelum adanya penomoran UU Omnibus Law Cipta Kerja dan pencatatannya di lembaran negara, adalah permohonan semu, manuver politik rezim, sekedar sarana untuk mengkanalisasi opini agar publik membawa sengketa politik antara rezim yang ngotot melanjutkan UU Cipta Kerja dan Rakyat yang ngotot menolak, melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada sesi pertarungan narasi, saya ucapkan selamat kepada seluruh elemen pergerakan yang menolak UU Cipta Kerja, yang konsisten menempuh jalur politik, melakukan 'Political Movement' melalui sarana hak konstitusional menyampaikan pendapat dimuka umum, agar Presiden menggunakan kewenangan 'Eksekutif Review' melalui penerbitan Perppu yang membatalkan UU Cipta Kerja.

Selanjutnya, saya juga mengapresiasi kemajuan Anda, kaum pergerakan, kawan-kawan mahasiswa, aktivis buruh, serikat pekerja, adik-adiku di STM, serta segenap komponen rakyat yang tetap teguh di parit parit perjuangan, yang mampu membuat spektrum dan magnet pergerakan, sehingga seluruh elemen rakyat yang terdampak menyadari bahaya UU Cipta Kerja, yang dampaknya bukan hanya terhadap buruh.

Asosiasi Pemerintah Daerah bersuara, LSM lingkungan bersuara, dunia pendidikan bersuara, aktivis pertambangan, selain terus mengalir deras dukung terhadap perlawanan yang menggunakan sarana political movement dan bukan yudisial review ke MK. Terlihat, dukungan itu terkonfirmasi dalam bentuk terjaganya intensitas aksi yang terus menerus sahut menyahut, secara simultan dan bergantian, serta dukungan masyarakat terhadap aksi yang semakin nyata.

Kasus insiden Kwitang, penangkapan aktivis PII, berbagai kekerasan yang terjadi terhadap wartawan, aktivis buruh dan mahasiswa, hingga insiden dugaan perwira polisi menyamar menjadi mahasiswa yang videonya viral, menjadi tambahan gizi dan stamina bagi gerakan untuk menolak UU Cipta Kerja dan tuntutan penerbitan Perppu pembatalan. Ini, adalah tambahan energi untuk melanjutkan pertarungan politik pada sesi berikutnya.

Sementara itu, narasi UU Cipta Kerja baik, pemerintah tak mungkin berniat buruk kepada rakyat, jika kurang sempurna akan diperbaiki dalam peraturan teknis baik Perpres maupun PP, yang menjadi narasi andalan rezim, mampu dibongkar dan dijatuhkan kredibilitas argumentasinya oleh akademisi, aktivis, dan tokoh intelektual yang kontra rezim. Diskusi ILC di TV One, adalah sarana 'Penjagalan Massal' atas narasi intelektual rezim yang kering basis data dan argumentasi, yang dibabat habis oleh elemen-elemen tokoh kontra UU Cipta Kerja. Rasanya, bagi siapapun yang masih memiliki muka, tentu tak akan sanggup hadir dalam acara tersebut dan ditonton oleh jutaan rakyat, dalam kapasitas mewakili rezim.

Berbagai argumentasi yang dilontarkan rezim, bukan menguatkan tapi justru semakin menunjukkan kelemahan dan keroposnya logika yang dipergunakan.

Saya meyakini, jika energi kekayaan intelektual dan kekuatan massa bersatu, berbagi tugas, dimana kaum intelektual meletakkan pijakan legitimasi aksi, berupa pijakan pikiran yang melandasi penolakan UU Cipta Kerja, dan gerakan massa berfungsi melejitkan pikiran penolakan sebagai suara rakyat yang memiliki daya ledak dan legitimasi, dapat dipastikan kondisi ini akan mengepung dan menyudutkan posisi rezim.

Dalam posisi seperti ini, rezim akan meningkatkan represifme. Namun, sejauh yang sudah dilakukan, dengan energi yang luar biasa besar, represifme itu tak mampu menyiutkan nyali rakyat. Bahkan, rakyat terlihat tambah marah dengan berbagai pelecehan yang dilakukan terhadap harkat dan martabat rakyat.
Ya, misalnya saja saat ada release kepolisian yang mengklarifikasi perwira yang menyamar mahasiswa tidak benar, dan akan memproses hukum siapa yang mengunggah video, netizen nampak biasa saja. Maksudnya, tak terlalu menghiraukan klarifikasi maupun ancaman pidana yang dikeluarkan kepolisian. Sepertinya karena hal demikian sering terjadi dan berulang, rakyat menjadi kebal. Bahasa sederhananya, urat takut rakyat sudah putus.

Energi bertahan menghadapi demonstrasi, setiap hari akan semakin menyusut. Rezim sebenarnya, sudah tidak tahan ingin pertarungan ini segera beralih ke MK. Kuncinya, UU diberikan nomor, dan proses di MK bisa segera bergulir.

Namun memberi nomor UU dan mempublikasikan UU Cipta Kerja kepada publik dengan segera (setelah dibaca Presiden tentunya) bukannya tanpa resiko. Sebab, UU resmi yang dinomori itu, jika dipublikasikan, justru akan menjadi senjata kritik yang lebih otoritatif, karena tak lagi berdasarkan rancangan final, tapi berdasarkan UU yang telah definitif.

Karena itulah, UU final ini diduga sementara disimpan berlindung dibalik narasi 'sedang dibaca presiden' sambil terus menghitung eskalasi pertarungan. Jika sudah mereda, UU dikeluarkan nomornya. Jika belum, UU tetap disimpan dalam narasi 'sedang dibaca presiden' sambil terus memasarkan narasi hoaks pada para pengkritik, karena tidak atau bukan bersumber dari pasal pasal final seperti yang telah dikirim DPR ke meja Presiden.

Dalam perspektif lain, ini juga merupakan kemenangan pergerakan rakyat dalam pertarungan opini kontra UU Cipta Kerja. Ada semacam kesadaran kolektif publik, berdasarkan kepentingan dan kluster yang terdampak, terus melakukan verifikasi terhadap berbagai norma pasal yang dirasa merugikan.

Pergumulan kesadaran publik dan gerakan massa, secara alamiah beresonansi dalam satu spektrum pergerakan yang unik. Apalagi, gerakan ini tidak hanya di dunia nyata, tapi juga ramai di dunia maya.
Setiap aksi terjadi, sosial media meramaikan opininya, menggelinding saling bersahutan, hingga menjangkau seluruh komponen rakyat. Saya kira, saat ini nyaris tak ada satupun rakyat yang tak membicarakan UU Cipta Kerja. Karena kabar sosial media, tidak terbit menunggu pagi, akan tetapi 24 jam terus menyiarkan kabar, tanpa ada sensor dan pengarahan opini dari dewan redaksi layaknya koran. Ini tentu sarana komunikasi, konsilidasi, dan alat propaganda yang luar biasa efektif.

Berbagai video, artikel, meme, hingga rubrik dan podcast yang mengritik UU Cipta Kerja begitu mudah ditemui diberbagai platform sosial media. Narasi ini diproduksi massal oleh rakyat yang alamiah membela kepentingannya, berbeda dengan narasi pro UU Cipta Kerja yang jumlahnya terbatas dan itupun tidak genue karena banyak yang bersumber dari influenzer maupun buzer.

Rasanya, dengan memperhatikan fakta tersebut dan makin menggairahkannya perlawanan terhadap UU Cipta Kerja, kuat dugaan pertarungan politik ini akan dimenangkan rakyat ditandai dengan terbitnya Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja, atau bahkan melampaui itu dimana MPR RI Perlu bersidang untuk mengeksekusinya.

Hanya saja politik itu dinamis, bicara tentang kemungkinan. Semua tentu sangat tergantung pada keteguhan hati rakyat, dan kesabaran untuk terus berjuang dan bertahan di parit-parit perjuangan. Setelah melampaui berbagai ujian dan rintangan, rasanya tidaklah berlebihan jika saya memiliki harapan kuat perjuangan rakyat ini akan dimenangkan. [].

Posting Komentar

0 Komentar